Jumat 30 Jan 2015 14:42 WIB

Perpanjang Izin Freeport, Menteri Sudirman Diminta Mundur

Menteri ESDM Sudirman Said mengikuti rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (28/1).(Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Menteri ESDM Sudirman Said mengikuti rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (28/1).(Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Langkah pemerintah lewat Kementerian ESDM yang memberikan kelonggaran kepada PT Freeport Indonesia untuk memperpanjang nafasnya di Papua, terus menuai kecaman. Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman menilai seharusnya pemerintah bisa lebih mengedepankan konstitusi sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945.

Bukannya terus menerus memberi kelonggaran ketika perusahaan asing enggan mengikuti aturan sesuai yang tercantum di UU Minerba. "Ada baiknya, Menteri ESDM Sudirman Said ini dicopot. Karena sudah terbukti dia tidak bisa mengurusi sektor energi di tanah air ini," kata Erwin di Jakarta, Kamis (29/1) malam.

Padahal menurutnya, sejak awal Sudirman sudah mengungkapkan kekecewaannya kepada Freeport yang tak kunjung memberi kepastian soal smelter. Bahkan Sudirman juga sempat mengancam akan mencabut izin ekspor konsentrat Freeport. Tetapi semua berlalu begitu saja ketika big boss perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu, James R Moffet datang ke Indonesia dan menemui langsung Sudirman.

"Seperti yang banyak diberitakan media, mereka berunding selama hampir delapan jam, yang kemudian lahirlah perpanjangan pembahasan MoU. Copot saja Sudirman, toh dia terbukti bisa diintervensi seperti itu. Ini jelas kejahatan, copot saja," jelas Erwin.

Ia juga menyayangkan pernyataan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, R Sukhyar kemarin yang mengakui bahwa PP Nomor 1 tahun 2014 dan Permen Nomor 1 2014 tidak sejalan dengan UU Minerba. "Mereka mengakui bahwa PP dan Permen tidak sejalan dengan UU, tapi kenapa masih dilanjutkan, masih dipakai juga. Kenapa takut terjadi kevakuman? itu tidak akan berdampak besar kok," imbuhnya.

Aktivis Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi menambahkan, sebagai bentuk ketegasan maka dibutuhkan standing poin dari seorang Presiden Joko Widodo terkait persoalan Freeport ini. Ia juga setuju untuk mendesak Presiden Jokowi supaya mereshuffle Sudirman Said.

"Tapi sebelum reshuffle, seorang kepala negara (Jokowi) harus menyatakan tiga standing poin-nya. Seperti, pertama, persoalan Freeport harus sejalan dengan amanat pasal 33 UUD 1945. Kedua, Pemerintah harus menyatakan bahwa siap mengambil alih Freeport dan ketiga aparat penegak hukum harus mengusut dan memeriksa semua pihak-pihak yang membiarkan bangsa kita dirampok," tukas dia.

"Sehingga," kata dia melanjutkan, "sekalipun menteri tadi dicopot, maka yang hadir kembali akan menjalankan UU dengan benar."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement