REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengamat Perkotaan Yayat Supriyatna menilai Ibukota Jakarta masih jauh dari kata aman bagi masyarakatnya.
"Jakarta belum sepenuhnya aman," tegas Yayat kepada ROL, Kamis (29/1). Sebelumnya, survei lembaga riset The Economist Intelligence Unit, EIU Safe Cities Index 2015, menempatkan DKI Jakarta pada peringkat terakhir di antara 50 kota besar di dunia dalam hal keamanan. Laporan dibuat berdasarkan lebih dari 40 indikator kualitatif dan kuantitatif yang masuk dalam empat kategori, yaitu keamanan digital, keamanan kesehatan, keamanan infrastruktur, dan keamanan personal.
Yayat mengatakan survei itu bisa menjadi bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk kembali membenahi Ibukota dengan lebih baik lagi."Memang kita harus melihat dulu siapa lembaga surveinya, tetapi hasil itu bisa menjadi masukan bagi pemerintah kota Jakarta," kata Yayat.
Yayat menilai faktor yang mempengaruhi ketidakamanan dan ketidaknyamanan itu adalah kemiskinan dan kesejahteraan. Menurut dia, selama masalah urbanisasi dan kemiskinan tinggi, Jakarta sulit bebas dari masalah keamanan dan ketidaknyamanan.
Selain itu, Yayat menjelaskan jumlah penduduk yang terus bertambah dan minimnya infrastruktur sosial ekonomi yang bisa menyerap tenaga kerja juga menjadi penyebabnya. Yayat memberikan contoh seperti pada transportasi umum terutama di malam hari.
Menurut dia, masih banyak tindak kejahatan yang dialami oleh warga Jakarta di dalam transportasi umum saat siang maupun malam hari. Yayat mengungkapkan hal itu karena minimnya patroli kota dan juga kamera pengawasan berupa kamera CCTV di tempat-tempat umum.
"Tidak ada garansi keamanan bagi para pekerja dan warga Jakarta di malam hari...Kalau pun ada taxi hanya ada dua perusahaan yang terbilang aman, sisanya susah dipertanggungjawabkan," kata Yayat. Yayat berharap Pemprov DKI Jakarta maupun di kota lainnya menjadi lebih baik lagi seterlah adanya survei tersebut.