Kamis 29 Jan 2015 14:17 WIB

Dampak Larangan Minuman Beralkohol pada Produsen

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ilham
Ratusan pegiat menggelar aksi tolak raperda miras di Solo, Jateng, Jumat (21/2). Dalam aksinya mereka menolak raperda Miras serta menuntut pelarangan penuh beredarnya miras karena dianggap dapat merusak bangsa.
Foto: ANTARA
Ratusan pegiat menggelar aksi tolak raperda miras di Solo, Jateng, Jumat (21/2). Dalam aksinya mereka menolak raperda Miras serta menuntut pelarangan penuh beredarnya miras karena dianggap dapat merusak bangsa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan telah resmi mengeluarkan larangan penjualan minuman beralkohol baik  di minimarket maupun pengecer. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Pudjianto mengaku produsen adalah pihak yang paling besar terkena dampak larangan tersebut. 

"Omset penjualan minuman beralkohol di mini market dan pengecer bagi produsen dapat mencapai 40 persen," kata Pudjianto, Kamis (29/1).  Menurut dia, omset penjualan minimarket dan pengecer lebih besar ketimbang hotel dan restoran.

Pudjianto mengatakan, dampak larangan penjualan minuman beralkohol bagi convenience store akan sangat besar. Sebab, konsep penjuala toko tersebut adalah membeli minuman beralkohol untuk dinikmati di tempat.

Larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket dan pengecer juga akan berpengaruh di sejumlah daerah, terutama daerah yang banyak didatangi oleh wisatawan mancanegara seperti Bali. Di Bali, kata dia, penjualan minuman beralkohol merambah sampai ke warung-warung kecil. 

"Kepada konsumen juga pasti ada pengaruhnya, dan rumus dalil perdagangan adalah selama supply kurang dan permintaan banyak pasti akan lari ke tempat lain," kata Pudjianto.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement