REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim, mengakui saat ini masih banyak beredar makanan yang bahan bakunya menggunakan daging babi dan turunannya.
Lukmanul menyampaikan hal tersebut setelah mencuatnya polemik siomay Cu Nyuk yang dijual di sejumlah pusat perbelanjaan di Jakarta dan sekitarnya.
"Dari makanan yang mengandung babi memang banyak sekali dan hampir keseluruh makanan itu bisa kemungkinan mengandung babi," kata Lukman saat Republika Online (ROL) menghubunginya di Jakarta, Selasa (27/1).
Dengan penggunaan bahasa asing, Lukman mengatakan, ini menyebabkan kebanyakan masyarakat umum jarang yang mengetahui jika beberapa produk yang dijual secara bebas itu bahan bakunya menggunakan babi.
"Itu memang menggunakan istilah-istilah tidak umum, seperti tadi Siomay Cu Nyuk. Istilah itu bukan bahasa Indonesia," ujarnya.
Lukman menuturkan istilah-istilah asing yang berkait dengan babi di antaranya pork, swine, hog, boar, lard, bacon, ham, sow, sow milk, pig dan porcine. "Itu istilah-isitlah yang bukan bahasa Indonesia tapi itu istilah dari produk babi," katanya.
Istilah-istilah itu kata Lukman digunakan ke dalam produk dengan menggunakan daging babi segar maupun lemak babi dan minyak babi. Istilah daging babi yang dicampurkan ke dalam makanan sebagai penyedap rasa, kata Lukman, tidak umum digunakan di Indonesia tapi umum digunakan bagi kelompok-kelompok tertentu yang tidak dilarang mengkonsumsinya.
Hal itulah, kata Lukman, yang membuat sebagian besar masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim tidak mengetahui dengan istilah itu. Sementara itu dalam aturan lebel pangan, kata dia lagi, harus menggunakan istilah-istilah Indonesia dan tidak boleh menggunakan istilah asing atau tidak umum.
"Makanya kalau kena UU Label dan Pangan serta UU perlindungan konsumen berdasarkan delik aduan itu sudah melanggar. Inikan banyak masyarakat yang dirugikan," katanya.