Selasa 27 Jan 2015 10:34 WIB

Jokowi Diminta Tata Ulang Lembaga Penegak Hukum

Presiden Jokowi bersepeda di Bundaran HI, Ahad (25/1).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Presiden Jokowi bersepeda di Bundaran HI, Ahad (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara diharapkan menata ulang kepemimpinan lembaga-lembaga penegakan hukum, kata Direktur Eksekutif Institute of Public Policy and Economic Studies Ahmad Maruf.

"Langkah itu diperlukan agar lembaga-lembaga penegakan hukum tidak dikelola oleh orang-orang bersumbu pendek yang mudah konflik," katanya menanggapi hubungan yang kurang baik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri, di Yogyakarta, Senin (27/1).

Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu, hubungan yang kurang baik antara dua lembaga penegakan hukum yakni KPK dengan Polri berpotensi mengancam stabilitas perekonomian nasional.

"Target APBN Perubahan 2015 yang diajukan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) terancam tidak terpenuhi. Bagaimana pun, stabilitas politik dan hukum menjadi prasyarat produktivitas pembangunan ekonomi," katanya.

Ia mengatakan APBN Perubahan 2015 yang dipatok pemerintah memiliki asumsi makro yang moderat di antaranya, target inflasi lima persen, kurs rupiah Rp12.200 per dolar AS, tingkat suku bunga SPN tiga bulan 6,2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen.

"Angka tersebut lebih pesimistis dibandingkan dengan yang disusun dalam APBN 2015. Meskipun besaran asumsi sudah direndahkan, adanya konflik Polri dengan KPK yang berkepanjangan akan berdampak mengganggu pencapaian asumsi tersebut," katanya.

Menurut dia, pembangunan ekonomi jangan dikorbankan hanya karena ada konflik antarlembaga yang justru kontraproduktif. Konsentrasi Presiden Jokowi akan terganggu dengan adanya konflik yang tidak hanya bernuansa hukum, tetapi juga politis itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement