REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Unit "Cyber Crime" Ditreskrimsus Polda Jatim membongkar investasi "online" melalui dua akun facebook yang diikuti 1.400 peserta dengan omzet mencapai Rp10 miliar.
"Tersangka MWA (perempuan) berumur 26 tahun yang berasal dari Manyar, Gresik itu dilaporkan enam korban pada Kamis (22/1), lalu diantar keenam korban untuk menyerahkan diri ke Polrestabes Surabaya pada Jumat (23/1)," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono di Surabaya, Senin sore (27/1).
Ia menjelaskan keenam korban yang melapor itu berasal dari Bengkulu, Kalimantan, NTB (Lombok), Bekasi, Jatim (Blitar), namun korban pelapor dari Gresik, Sidoarjo, Tulungagung.
"Karena itu, kasus yang semula ditangani Polres Gresik dan Polrestabes Surabaya itu akhirnya dilimpahkan ke Polda Jatim. Dalam penangkapan tersangka, penyidik menyita 26 item barang bukti, di antaranya satu unit laptop, tiga handphone, tiga key-bank, satu unit mesin EDC, tujuh ATM, enam kartu kredit, dan sebagainya," katanya.
Tentang modus penipuan online itu, ia mengatakan tersangka memiliki dua akun facebook yakni Grup Gerobax Michan Community (GMC) yang dibuat sekitar Oktober 2014 dan Big Owner GMC yang dibuat pada November 2014.
"Kedua akun itu digunakan tersangka untuk menawarkan investasi online mirip MLM (multi level marketing), lalu tersangka menjalankan aksinya dengan dibantu tiga tenaga administrasi," katanya.
Ketiga tenaga administrasi yang bertugas membuat list member dan mentransfer profit adalah BR (Pontianak), SW (Kediri) dan AL (Pati/Jateng).
"Yang jelas, tersangka sangat kooperatif, meski dia juga tertipu (penipu investasi online yang tertipu trading online)," katanya.
Dalam aksinya, tersangka menawarkan iming-iming persentase profit dalam arisan online dan investasi online. Misalnya, investasi Big Owner GMC dengan investasi 4 persen per hari profit atau investasi 100 persen per bulan gajian seumur hidup.
"Tersangka dijerat dengan Pasal 28 (1) juncto Pasal 45 (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp1 miliar," katanya.