REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Nomor 1 Tahun 2015 soal pembatasan penangkapan lobster, kepiting dan rajungan dinilai sepihak. Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jawa Timur Misbahul Munir menganggap, nelayan tidak dilibatkan dalam penyusunan aturan tersebut.
Sebagai dampaknya, menurut Munir, regulasi yang diterbitkan berpotensi diabaikan nelayan karena dianggap merugikan. Munir memahami, semangat peraturan tersebut baik. Namun begitu, semangat tersebut tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan.
Ia menggambarkan, peraturan tersebut mengamanatkan, tangkapan lobster atau rajungan di bawah ketentuan harus dikembalikan lagi ke habitatnya. “Padahal nelayan menangkap rajungan dengan jaring, kalau sudah kena jaring, rajungan banyak yang mati atau cacat,” ujar Munir kepada ROL, Senin (26/1).
Contoh lain, menurutnya, kepiting bertelur harganya beberapa kali lipat lebih mahal. Hal tersebut, menurutnya karna tingginya permintaan ekspor. Ia menggambarkan, harga kepiting normal yang semula Rp 45 ribukilogram per kilogram, bisa menjadi Rp 180 hingga Rp 200 ribu per saat bertelur.
“Dengan apa pemerintah mengganti potensi pemasukan nelayan yang hilang?” ujar Munir.