REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Senior Ahli Ekonomi dan Tata Kota Bank Dunia Taimur Samad menyebut, proyek pembangunan Mass Rapid Transportation (MRT) oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bisa menjadi harapan pengurai kemacetan Jakarta, makanya mesti diseriusi. MRT dinilai akan menjadi pelengkap transportasi massa yang cukup efektif di samping bus transjakatra dan kereta api.
"Karena yang jadi kunci penting adalah bagaimana menggerakan transportasi massa agar mengalihkan maraknya penggunaan mobil dan motor pribadi," ujarnya pada Senin (26/1). Meskipun begitu, Samad tidak bisa memastikan jika MRT beroperasi lantas kemacetan Ibu Kota akan raib. Yang jelas, menurutnya arahan kebijakan tersebut sudah di jalur yang benar.
Dalam realisasinya, hingga saat ini proyek MRT telah melewati pembangunan tahap satu meliputi 13 stasiun. Tujuh stasiun di antaranya dibangun dengan desain layang dan enam stasiun berada di bawah tanah.
Stasiun layang MRT, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Sedangkan stasiun bawah tanah, yaitu Bundaran Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.
Selain menyeriusi MRT, ia dan Bank Dunia menyarankan agar pemerintah tidak pelit dalam melakukan penambahan lahan kota per orang. Dibandingkan Malaysia, kata dia, Indonesia kalah jauh di mana pada periode 2000 hingga 2010, di Indonesia tercatat melakukan penambahan lahan kota hanya 40 meter persegi. Sementara, Malaysia melakukan penambahan lahan mencapai 135 meter persegi per orang.