REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gaylord Nelson memproklamasikan Hari Bumi (Earth Day) pada 22 April 1970. Senator Amerika Serikat tersebut merasa prihatin menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi, yang diakibatkan manusia.
Menjelang peringatan Hari Bumi ke-45, beberapa pakar dan akademisi yang peduli dengan kelestarian bumi melontarkan gagasan tentang panas bumi sebagai energi bersahabat bagi kelestarian bumi. Dengan mengusung tema 'Energi untuk Bumi', mereka berupaya menyuarakan penyelamatan lingkungan
Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Cendekiawan Lingkungan (Perwaku) Emil Salim mengatakan, Hari Bumi bertujuan untuk menggugah kepedulian masyarakat pada lingkungan yang cenderung rusak. "Kerusakan bumi tercermin pada tingkat erosi yang naik, praktis di semua negara. Sungai semakin dangkal dan menimbulkan banjir ketika musim hujan," katanya di Jakarta, Senin (26/1).
Chairman Bimasena Prof Subroto mengatakan, panas bumi merupakan energi bersih yang ramah lingkungan, dan dapat menunjang upaya kelestarian hutan. Organisasinya yang bergerak di bidang energi dan pertambangan menganggap pengolahan panas bumi bukan suatu eksploitasi sumber energi yang mengupas lahan atau mengubah bentang alam.
Energi panas bumi, bukan seperti aktivitas pertambangan pada umumnya. "Pemanfaatan panas bumi hanya berupa kegiatan menyuntik bumi, sehingga luasan lahan yang dibutuhkan hanya sedikit," kata Subroto.
Dia mencontohkan, lahan yang tersedia sekitar 10 hektare, maka yang diperlukan hanya 2 hektare, untuk kantor, jalan, generator, dan well plat. Selebihnya, lahan dibiarkan menghijau, bahkan harus dipertahankan untuk tetap rimbun guna mempertahankan jumlah air hujam yang dapat terserap ke tanah.
"Ada beberapa keuntungan jika di sekitar hutan berlangsung kegiatan pemanfaatan panas bumi. Pertama, operasi panas bumi merupakan bagian dari objek vital nasional yang dilindungi negara," ujarnya.
Ketua Perwaku Donny Yoesgiantoro mengemukakan, kegiatan memperingati Hari Bumi nampaknya masih terus disemarakkan kelompok masyarakat dengan berbagai bentuk apresiasinya. "Masih banyak aksi nyata yang dapat ditempuh sehingga kesadaran dan kepedulian menyelamatkan buni yang pernah, dan masih dimiliki semua lapisan masyarakat dapat ditumbuhkembangkan," katanya.