REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga kini belum menentukan sikap setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri. Padahal, sikap presiden menjadi kunci untuk menyelesaikan perseteruan yang terjadi di antara KPK dan Polri.
Jokowi sudah menggelar rapat tertutup dengan memanggil Wakil Kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Istana Kepresidenan Jakarta. Rapat tertutup tersebut dimulai setelah waktu zuhur.
Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, rapat dilakukan untuk mencari solusi terbaik bagi polemik yang terjadi di dua institusi penegak hukum tersebut. Menurut dia, presiden menginginkan KPK dan Polri menjadi mitra yang sama-sama bekerja membangun negara.
"Harusnya KPK, kepolisian, dan Kejaksaan Agung menjadi kesatuan yang kuat untuk menangani suatu masalah hukum," kata Tedjo.
Namun, usai rapat, para petinggi negara tersebut rupanya diam-diam keluar dari Istana sehingga tak sempat dimintai keterangan oleh media.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto resmi berstatus sebagai tersangka atas tuduhan memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam sengketa pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010 lalu. Kasus Bambang tersebut ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri.
Atas status barunya tersebut, Bambang diwajibkan mundur dari jabatannya. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30/2002 menjelaskan, pimpinan KPK yang menjadi tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari jabatannya.