REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Bareskrim Polri memberikan respon yang cukup keras dari masyarakat. Hal itu seolah menyeruakan kembali perseteruan lembaga penegak hukum antara Polri dengan KPK, seperti cicak versus Buaya pada 2009 silam.
"Pemuda Muhammadiyah berharap agar kasus cicak versus buaya tak terulang lagi," kata Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) DIY Iwan Setiawan dalam siaran persnya yang dikirim ke Republika, Sabtu (24/1).
Menurut Iwan, banyak orang menilai penangkapan Bambang Widjojanto ada nuansa balas dendam keputusan KPK dalam perkara dugaan rekening gendut yang menyeret calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan. Perseteruan lembaga penegak hukum itu pun justru akan menimbulkan kerugian internal bangsa Indonesia dalam pemberantasan korupsi.
Atas dasar itu, pihaknya memberikan beberapa sikap, di antaranya mengharapkan pemberantasan korupsi tetap menjadi fokus pemerintah serta aparat penegak hukum dalam mewujudkan bangsa yang adil dan sejahtera.
Seluruh lembaga penegak hukum yang menangani korupsi baik itu kepolisian, KPK, kejaksaan, maupun pengadilan agar bersikap independen dan tidak terlibat politik dalam penuntasan kasus korupsi. "Presiden dan Wakil Presiden harus menunjukan sikap negarawan untuk mencegah perseteruan antar lembaga penegak hukum," kata Iwan.
Dia melanjutkan, seluruh penegakan proses hukum harus dilakukan secara transparan agar tidak menimbulkan friksi di tengah masyarakat. Iwan menambahkan, masyarakat agar menahan diri serta mengedepankan nalar kritis agar tidak mudah terbawa arus atas setiap peristiwa yang terjadi.
"PWPM DIY akan senantiasa di garda terdepan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindakan dan perbuatan korupsi."