REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Ahmad Sabik mengingatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berpegang teguh pada prinsip hukum dan menepis segala unsur kepentingan politik dalam melakukan penegakan hukum.
"Hal itu perlu dilakukan guna menghindari terjadinya perseteruan antara Polri dan KPK," kata Sabik di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (24/1).
Dia mengatakan, isu mengenai rekening gendut sebetulnya sudah mengemuka sejak tahun 2010 sehingga Polri sebetulnya tidak perlu kebakaran jenggot dan defensif dalam menyikapi penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK.
Menurut dia, Polri mestinya bersyukur karena terhindar dari orang yang bermasalah secara hukum yang akan memimpin institusi itu. "Orang yang bermasalah secara hukum itu tentunya kalau nantinya menjabat akan mengganggu kinerja Polri dalam penegakan hukum," kata dosen Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (FISIP) Unsoed itu.
Menurut dia, Polri semestinya cukup pada langkah hukum gugatan praperadilan untuk menguji sah atau tidak sahnya penetapan tersangka pada BG. Dalam hal ini, kata dia, Polri tidak perlu menggelar kekerasan dengan secara kasar menangkap BW. "Ini malah akan kontraproduktif bagi Polri sebab akan menambah sikap antipati publik," katanya.
Lebih lanjut, Sabik mengatakan bahwa tindakan KPK sebetulnya peringatan bagi Presiden Joko Widodo akan komitmennya untuk memastikan pejabat publik yang akan diangkatnya bersih dari korupsi sebagaimana saat memilih menteri-menteri dulu dengan meminta data dari KPK.
"Jangan sampai kecolongan lagi seperti saat menominasikan Kapolri ini. Selain itu, Polri jangan terkesan melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK," katanya.
Menurut dia, seandainya memang ada pimpinan KPK yang melanggar hukum, semestinya diproses melalui koridor hukum yang ada dan menggunakan cara yang beretika, bukan terlihat seperti tindakan balas dendam.
Seperti diwartakan, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap penyidik Bareskrim Polri pada Jumat (23/1) sekitar pukul 07.30 WIB di Depok seusai mengantarkan anaknya ke sekolah dan langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa dengan sangkaan menyuruh memberikan keterangan palsu terhadap para saksi dalam sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kotawaringin Barat pada 2010.
Bambang Widjojanto akhirnya dibebaskan pada Sabtu dini hari meskipun masih berstatus tersangka dan akan kembali menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri pada hari Senin (26/1).