Rabu 21 Jan 2015 22:43 WIB

PKB Sebut Kebijakan Menteri Susi Rugikan Nelayan

Menteri Kelautan Dan Perikanan Susi Pudjiastuti di sarahsehan haul ke-lima Gus Dur di Jakarta, Rabu (7/1).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Kelautan Dan Perikanan Susi Pudjiastuti di sarahsehan haul ke-lima Gus Dur di Jakarta, Rabu (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI menilai kebijakan pelarangan transhipment atau pemindahan muatan di laut lepas, yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sangat merugikan nelayan.

"Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Ibu Susi telah membuat nelayan semakin sengsara. Saya pikir kebijakan menteri banyak terobosan yang berpihak untuk kesejahteraan nelayan, ternyata terbalik," kata Ketua Fraksi PKB Komisi IV DPR Daniel Johan di Jakarta, Rabu (21/1).

Daniel mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan didirikan di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) agar nelayan lebih sejahtera. "Fraksi PKB akan memastikan agar Ibu Menteri menjamin hal itu. Yang harus kita hadapi adalah rongrongan asing, bukan nelayan dan pengusaha perikanan dalam negeri," katanya.

Anggota DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Barat itu mengatakan, kedaulatan di bidang maritim harus terkait langsung dengan meningkatnya kesejahteraan nelayan Indonesia.

Menurutnya dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi IV dengan Asosiasi dan Perwakilan Nelayan seluruh Provinisi, Rabu (21/1), terungkap bahwa kebijakan pelarangan transhipment membuat nelayan kehilangan pembeli dan membuat hasil tangkapan mereka terpaksa dibuang.

Kebijakan ini, kata Daniel, juga membuat pasokan ikan di tingkat konsumen jauh berkurang sehingga harga di pasar jadi melambung. Para nelayan, kata Daniel, setuju pelarangan transhipment bila diberlakukan untuk kapal yang langsung ekspor ke luar negeri.

Ia melanjutkan keluhan juga disampaikan nelayan budidaya kerapu yang merupakan komoditi unggulan perikanan laut. Ekspor ikan kerapu yang mencapai 45 juta dolar AS per tahun merupakan sumber devisa negara yang menghidupi 100 ribu KK nelayan.

Lokasi budidaya yang tersebar dari Maluku, Sulawesi, NTT, Jawa, hingga Sumatera tidak memungkinkan sentralisasi pintu ekspor. Bila kebijakan ini diteruskan maka ratusan ribu nelayan akan kehilangan pekerjaan dan negara mengalami kerugian besar dari hilangnya retribusi ekspor.

"Indonesia harus bersiap-siap kehilangan pasar dunia yang akan beralih ke Malaysia, Filipina, dan Vietnam," kata Daniel.

Terhadap persoalan itu, kata Daniel, Komisi IV DPR akan bertanya langsung kepada Menteri Susi.

"Hari Senin (26/1) kita akan memastikan hal itu kepada Ibu Menteri, dan bila benar nelayan menjadi miskin karena kebijakannya, kami minta Ibu Menteri segera mencabut," tegasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement