Selasa 20 Jan 2015 21:00 WIB

Medsos Sumbang Kasus Tindak Pidana Asusila

Media Sosial
Foto: Antara
Media Sosial

REPUBLIKA.CO.ID,LEBAK -- Pengamat pendidikan dari Kabupaten Lebak, Banten, Tuti Tuarsih berpendapat, selama ini pelajar yang terjerat perbuatan asusila karena perkembangan teknologi media sosial. Pengaruh lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap terbentuknya karakter anak.

"Kami prihatin ada siswa SD beramai-ramai melakukan perbuatan asusila setelah mereka membuka website pornografi di salah satu warnet," kata Tuarsih di Lebak, Selasa (20/1).

Ia mengatakan, perkembangan teknologi media sosial menyumbangkan kasus tindak pidana asusila cukup tinggi. Pelakunya bukan hanya pelajar, tetapi kalangan remaja hingga usia lanjut.

Apalagi, pengawasan dari masyarakat, orangtua dan pemilik internet relatif lemah sehingga berpeluang anak melakukan aksi perbuatan asusila. Saat ini, kata dia, anak begitu mudah mendapatkan akses pornografi melalui media sosial, baik facebook, twitter, telepon seluler, website internet,tayangan televisi dan lainya.

Selain itu juga lingkungan dan keluarga 'broken home' cukup mempengarahui karakter anak.  "Kami yakin melalui pendekatan relegius dan cerdas dapat mendorong anak tidak berprilaku melakukan perbuatan yang merusak moral," katanya.

Ia mengatakan akan memberikan apresiasi terhadap regulasi pemerintah daerah dengan Program Cerdas Lebak diantaranya proses pembejalaran di sekolah harus menciptakan anak yang berkarakter, bermoral, berakhlak mulya dan cerdas ilmu pengetahuan.

Selain itu juga pendidikan karakter diintegrasikan dengan Pendidikan Agama Islam (PAI). "Kami siswa di sini diberlakukan pembiasan pelajar memiliki karakter yang baik untuk menghindari perbuatan asusila itu," katanya.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten Iip Syafruddin, saat dihubungi mengatakan kasus kekerasan anak tahun ke tahun cenderung meningkat.

Pada 2013 tercatat 108 kasus diantaranya 58 kasus menimpa anak-anak usia sekolah korban perbuatan asusila atau seksual.

Sedangkan, sisanya kekerasan fisik, terlantar dan eksploitasi terhadap anak. "Kami saat ini sedang melakukan advokasi sebanyak 17 kasus korban seksual yang menimpa anak-anak usia pelajar," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement