REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengemukakan masih banyak produsen makanan yang tidak memperpanjang sertifikasi halal. Salah satu penyebabnya adalah minimnya kesadaran pelaku untuk memperpanjang sertifikasi.
"Sama saja (disini) banyak yang mbalelo. Dikasih sekali harus diperpanjang tapi mereka hilang, tidak memperpanjang lagi," ujar Ketua MUI, NTB, Saiful Muslim kepada ROL, Selasa (20/1).
Menurutnya, kesadaran produsen makanan untuk memperpanjang sertifikasi halal masih minim. Pasalnya, mereka menganggap sertifikasi halal belum mendongkrak pada omset penjualan. Padahal, hal tersebut sama sekali tidak benar.
"Mereka menganggap sertifikasi halal bukan suatu kewajiban," katanya.
Ia menuturkan, ketika sertifikasi halal habis masanya maka harus segera dicabut dan tidak disalahgunakan. "Mereka kadang kurang paham, karena sertifikasi halal banyak berasal dari bantuan dinas terkait. Tidak banyak pihak yang bersukarela untuk mengajukan sertifikat halal," katanya.
Saiful mengatakan rata-rata MUI NTB menerbitkan sertifikasi halal mencapai 400 setiap tahun. Meski begitu, disetiap tahun itu, banyak pula yang tidak memperpanjang. Namun, dirinya tidak mengatakan jumlah pasti produsen makanan yang memperpanjang sertifikasi halal.