REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG-- Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang David BW Pandie mengatakan, partai politik pengusung maupun penyeimbang seharusnya memberikan kebebasan kepada Presiden Joko Widodo untuk menentukan calon Kapolri.
"Presiden Joko Widodo selaku kepala negara dan kepala pemerintahan harus leluasa menggunakan hak prerogatif yang dimilikinya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak mana pun, terutama partai politik pengusung pada Pilpres lalu," katanya di Kupang, Selasa (20/1).
Pembantu Rektor I Undana Kupang itu mengatakan pembebasan kepada Presiden Joko Widodo itu mutlak dan tidak boleh diintervensi oleh siapa pun dengan alasan apa pun karena apabila terjadi maka akan menemui kerumitan dalam proses selanjutnya.
"Kerumitan hukum dan politik serta moral yang telah dan sedang digumuli Presiden Joko Widodo dan seluruh masyarakat dalam proses pemilihan dan penetapan calon Kapolri ini sebenarnya tidak akan terjadi jika hegemoni partai politik tidak melakukan intervensi," katanya.
Menurut dia, kerumitan dalam penentuan Kapolri telah menghabiskan energi dan waktu, padahal semua pihak sebelumnya telah mengetahui bahwa Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan telah diberi tanda "merah" oleh KPK pada rekrutmen calon menteri, namun karena tekanan dan kepentingan, maka Presiden Joko Widodo tidak berbuat banyak.
Presiden, kata Dosen politik pada FISIP Undana Kupang itu, terpaksa mengusulkan mantan Kapolda Bali itu dengan mengabaikan pendapat KPK dan PPATK, tidak seperti sebelumnya ketika memilih para menteri Kabinet Kerja.
Doktor tamatan Universitas Padjadjaran Bandung itu mengatakan, saat ini semua pihak mengacungkan jempol kepada Presiden Joko Widodo karena berhasil keluar dari tekanan dan kerumitan proses itu dengan menunda pelantikan calon Kapolri yang telah disetujui parlemen dan menunjuk pelaksana tugas (Plt) Kapolri dan diharapkan hak prerogatif yang dimiliki melihat kembali dan memutuskan siapa yang layak menjadi pucuk pimpinan lembaga penegak hukum itu.