REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komjen Pol Budi Gunawan masih melenggang sebagai calon Kapolri pilihan Presiden Joko Widodo meski telah berstatus tersangka.
Saat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 13 Januari 2015 lalu, dia masih menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol).
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan, Budi Gunawan memilih untuk tidak mundur dari pencalonan Kapolri mungkin karena dia tidak merasa bersalah. Dengan demikian, dia merasa layak mengikuti fit and proper test sebagai calon Kapolri.
"Jika memilih mundur, dia akan merasa menjilat ludahnya sendiri," ujar Firman, Senin (19/1).
Menurut Firman, Budi Gunawan akan sulit mundur karena dia telah menjadi pilihan presiden. Jika mundur, dia akan merasa melecehkan kerja banyak pihak seperti Kompolnas, DPR, hingga presiden.
"Buktikan dulu dia bersalah, baru dia sebaiknya mundur," ujarnya.
Ia menjelaskan, secara hukum, seseorang baru dapat dinyatakan bersalah ketika dia sudah terbukti bersalah di pengadilan. Prinsipnya, dia tetap menjalankan proses sampai terbukti bersalah atau tidak.
Namun, Firman mengatakan, Budi Gunawan juga tersandung masalah etika ketika KPK sudah mengubah statusnya menjadi tersangka. Selama ini, siapapun yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK selalu terbukti bersalah.
"Dengan kata lain, status Budi Gunawan sebagai tersangka menunjukkan bahwa dia sudah memiliki potensi besar untuk bersalah," tambahnya.
Firman mengaku potensi Budi Gunawan untuk dijebloskan ke penjara cukup besar. Hal itu telah menjadi kontroversi di mata nasional dan internasional.
Ditambahkan keputusan presiden untuk memilih Budi Gunawan dari sembilan calon yang diajukan Kompolnas patut dipertanyakan. Padahal sebelumnya KPK sudah memperingatkan bahwa Budi Gunawan berpotensi bersalah atas kasus rekening gendut.
"Mengapa presiden malah mencari yang kontroversial?" ungkapnya.
Permasalahan ini, merupakan ujian bagi presiden untuk mempertahankan apa yang telah dia yakini. Jika Presiden Jokowi merasa pilihannya benar, bisa saja dia meneruskan pencalonan tersebut, sampai ada putusan pengadilan. "Hanya saja masalahnya, jika sudah terbukti bersalah, akan sangat memalukan," jelasnya.
Saat ini, presiden sedang dalam posisi yang sulit untuk menentukan siapa yang akan menjadi Kapolri atas kehendaknya sendiri. Dia harus mempertimbangkan banyak elemen untuk meneruskan apakah akhirnya akan mencabut keputusannya atau tetap melantik Budi Gunawan.
"Status tersangka Budi Gunawan menjadi penghambat jalannya pencalonan Kapolri," paparnya.
Menurutnya, keputusan presiden nantinya akan menjadi buah simalakama. Pasalnya, jika terus melantik, dia akan berhadapan langsung dengan pendukungnya yang menganggapnya telah melanggar komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.
"Berbagai elemen masyarakat pasti banyak yang merasa kecewa dengan Jokowi," tutupnya.