REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kabupaten Bandung mematok Upah Minimum Kota sebesar Rp 2.001.195, naik sebesar 15,31 persen dari Rp 1.735.000 pada tahun sebelumnya. Namun kenyataannya, mayoritas perusahaan yang berada di wilayah tersebut melakukan penangguhan UMK secara sepiha.
Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) Kabupaten Bandung, Obet mengatakan, dari sekitar 1.700 industri yang berada di Kabupaten Bandung sebagian besarny tidak melaksanakan UMK 2015. Hal itu dinilai merugikan para buruh dan melenceng dari mekanisme yang telah ditetapkan pemerintah.
"Laporan yang masuk kepada kami, banyak yang tidak melaksanakannya. Mereka hanya melakukan kesepakatan dibawah tangan. Saya bisa katakan mayoritas perusahaan di Kabupaten Bandung tidak melaksanakannya," kata Obet saat dihubungi, Senin (19/1).
Penangguhan ilegal atau dibawah tangan tersebut dilakukan oleh perusahaan hanya dengan membuat kesepatakan dengan para Pimpinan Unit Kerja (PUK) saja. Artinya, penangguhan itu dilakukan diluar mekanisme yang ada. "Kebanyakan di daerah Majalaya,’’ katanya.
Hal ini juga yang terjadi pada tahun sebelumnya, dimana banyak perusahaan yang tidak melaksanakan UMK. Mereka lebih memilih UMK yang direkomendasikan Bupati. Ketimbang melaksanakan UMK yang telah ditetapkan Gubernur. "Tahun lalu pun seperti itu," kata dia.
Obet menuturkan, sebagian besar perusahaan di Kabupaten Bandung, terutama di daerah Majalaya, berencana membayar upah pegawainya dikisaran Rp 1,9 juta. Parahnya lagi, lajut dia, pembayaran upah itu dicicil. "Misalnya, tiga kali dalam setahun, hingga genap Rp 1,9 diakhir tahun nanti. Jadi kalau terus-terusan dilanggar, keputusan UMK itu untuk apa, lebih memprihatinkan pemerintah daerah selalu menutup mata, pura-pura tidak tahu."
Pelaksanaan UMK 2015 ini, kata Obet, baru akan kelihatan pada struk pembayaran gaji akhir Januari atau awal Februari ini. Pihaknya bisa membuktikan, jika pembayaran upah buruh jauh dari ketetapan UMK. "Terus berulangnya pembayaran upah yang tidak sesuai UMK itu," kata dia.