REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai keputusan Presiden Joko Widodo menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri melanggar konstitusi. Ia bahkan menilai hal ini bisa memicu DPR mengajukan hak menyatakan pendapat yang berujung pada upaya memakzulkan presiden.
Margarito menjelaskan menurut UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, seseorang dicalonkan sebagai Kapolri bersifat imperatif atau mengikat. Sehingga jika tidak dilantik maka sama artinya Jokowi mempermainkan hukum dan DPR.
"Berdasarkan UU no.2 tahun 2002, Kalau presiden tidak lantik ini sama artinya mempermainkan hukum dan DPR. Dikonversi masuk perbuatan tercela. Cukup alasan untuk dijadikan impeachment, soal DPR berani atau tidak saya tidak tahu, tapi kalau hukum cukup," tegasnya, Ahad (18/1).
Ia pun menilai, alasan menghormati proses hukum yang disampaikan Jokowi tidak masuk akal. Hal itu lantaran, status tersangka telah disandang Budi Gunawan sebelum menjalani fit and proper test di DPR.
"Dalam bernegara harus tegas. Terima hasilnya. Jangan bikin alasan, lantik saja. Kecuali kalau dia (Jokowi) ingin situsi tambah rumit yang membuat DPR mengkonversi semua menjadi impeachment," jelasnya.
Margarito juga menilai langkah Presiden Jokowi memberhentikan Sutarman dan hanya mengangkat Plt Kapolri adalah hal yang salah. Sebab pemberhentian Kapolri dan pelantikan Kapolri baru merupakan satu paket.
"Apa alasan mendesak Kapolri dihentikan dan angkat Plt. Kalau baca UU 2/2002 secara eksplisit harusnya angkat Plt diminta persetujuan ke DPR, kecuali kalau negara ugal-ugalan. Saya tidak ada urusan dengan politik, tapi dengan hukum," katanya.