Jumat 16 Jan 2015 10:21 WIB
Budi Gunawan tersangka

Pengamat: Jokowi Dilematis Terkait Budi Gunawan

Rep: c07/ Red: Bilal Ramadhan
 Presiden Jokowi menyerahkan penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara, di Kab. Subang, Jabar, Jumat (26/12).
Foto: Setkab
Presiden Jokowi menyerahkan penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara, di Kab. Subang, Jabar, Jumat (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengamat Hukum Tata Negara SIGMA, M. Imam Nasef mengatakan posisi Presiden Joko Widodo sangat dilematis terkait keputusannya apakah akan tetap melantik Budi Gunawan (BG) menjadi Kapolri atau tidak.

"Dalam perspektif ketatanegaraan sebenarnya Presiden Jokowi berada dalam posisi yang sangat dilematis dalam mengambil keputusan apakah akan tetap melantik BG atau tidak, karena keduanya sama-sama punya implikasi negatif." Kata Nasef kepada Republika, Jumat (16/1).

Ia menjelaskan apabila Jokowi memutuskan tetap melantik BG, setidaknya Jokowi akan mempunyai dua implikasi negatif. Pertama, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi akan 'terjun bebas'.

Hal itu terjadi karena publik terutama pendukungnya akan merasa dikhianti oleh janji-janji Jokowi terutama soal pemberantasan korupsi. Dalam sistem politik demokratis, tingkat kepercayaan publik yang rendah berpotensi melahirkan pemerintahan yang "illegitimate". Kedua, berpotensi melahirkan perseteruan antar lembaga-lembaga negara khususnya KPK dan Polri.

"Kalau BG benar-benar menjadi Kapolri, maka tensi ketegangan antar dua lembaga itu akan meningkat. Kalau sudah begitu, tugas utama masing-masing lembaga akan terabaikan, akibatnya rakyat yang akan merugi," ucapnya.

Akan tetapi, sambung Nasef, jika Jokowi tidak melantik BG, juga setidaknya punya dua implikasi negatif. Pertama, Presiden akan dianggap melecehkan DPR, bagaimanapun DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang secara konstitusional sejajar kedudukannya dengan lembaga kepresidenan.

Kedua, akan menjadi preseden buruk bagi mekanisme pengisian jabatan di sejumlah lembaga negara yang memerlukan persetujuan DPR. Presiden di hari-hari mendatang bisa saja secara sewenang-wenang menolak orang-orang yang telah disetujui DPR untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu dengan tidak mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan calon yang bersangkutan.

"Kalau itu yang terjadi, maka Presiden berpotensi merusak tatanan konstitusionalisme yang telah didesain sedemikian rupa di dalam konstitusi," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement