Kamis 15 Jan 2015 22:56 WIB

Iklan Baliho Rusak Keindahan Yogyakarta

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Karta Raharja Ucu
Wisatawan masuk ke dalam salah satu ruang di Keraton Yogyakarta.
Foto: Antara
Wisatawan masuk ke dalam salah satu ruang di Keraton Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOYAKARTA -- Media iklan di ruang publik seperti baliho, dinilai merusak Kota Yogyakarta, baik dari sisi tempatnya maupun materinya.

Aktivis Jogja Heritage Society Laretna Adisakti mengatakan, di pertigaan jalan selalu penuh dengan baliho yang mengganggu pemandangan. Warga yang melintas pun juga takut tertimpa baliho. "Padahal dengan adanya digital, media koran, koran online orang seharusnya lebih kreatif dan tidak lagi memasang iklan menggunakan baliho," kata dia.

Pernyataan itu disampaikan Adisakti pada acara Sarasehan 'Estetika dan Etika Penataan Iklan di Ruang Publik' yang diselenggarakan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) DIY. Acara yang digelar di Gedung Pracimosono Kepatihan Yogyakarta, Kamis (15/1) itu terselenggara berkat kerja sama dengan Dewan Pendidikan DIY, Jogja Heritage Society dan Jogja Editor Forum.

Yogyakarta yang ingin menjadi kota khusus, kota kreatif, dan budaya menurut Adisakti harusnya kreatif dalam beriklan. "Sekarang kita masuk Yogyakarta tidak lega sama sekali karena banyaknya iklan di baliho-baliho yang merusak pemandangan. Padahal kita punya hak untuk bisa memandang jalan dengan baik dan tidak ada rasa takut kejatuhan baliko bila hujan," kata dia.

Padahal menurutnya Yogyakarta itu kota yang cantik jika tidak dikotor dengan media iklan. Yogyakarta, kata dia, harus dilindungi karena alam dan budayanya luar biasa. "Dan keseimbangan itu yang penting," ucapnya.

Berbicara terpisah, pemerhati iklan Sumbo Tinarbuko, mengatakan, saat ini selain dipenuhi sampah visual, Yogyakarta juga mendapatkan 'teror' visual karena banyak baliho-baliho. Bahkan dia sempat menghitung dari jalan

Solo (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta, hingga Kalan KH Mojo, ada sekitar 200 baliho besar milik pengusaha-pengusaha besar. "Untuk membersihkan 'teror' visual tersebut harus menggandeng pemerintah dan P3I DIY," imbuh dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement