REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - PT Transjakarta berkomitmen menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) dengan ketat. Semua operator pun harus memastikan bus yang melaju di jalur khusus hanya untuk mengangkut penumpang.
"Tidak mogok atau melintas kosong karena ingin mengisi BBG," ujar Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Transjakarta Sri Kuncoro, Kamis (15/1).
Untuk memastikan semua operator mematuhi SPM, Transjakarta akan membuat pusat komando. Kuncoro mengatakan, pusat komando itu akan memonitor operasional bus Transjakarta.
Dari pusat komando itu, Transjakarta bisa memantau pemberangkatan bus di setiap koridor. Karena itu, setiap bus akan dipasang oleh Global Positioning System (GPS).
Transjakarta juga akan menyiapkan sanksi bagi operator bus Transjakarta yang mengoperasikan armada tidak laik jalan. "Yang mogok harus dikenakan sanksi mutlak. Selama ini tidak seperti itu kan. Mogok dibiarkan begitu saja. Artinya, orang-orang saya ini tidak benar," kata dia.
Kuncoro menyatakan, Transjakarta juga berharap mendapatkan hak pengelolaan halte bus Transjakarta. Sehingga, halte dapat berfungsi sebagai bisnis. "Ini bisa menjadi pendapatan lain-lain dan pemerintah provinsi tidak perlu subsidi terlalu besar," ujar dia.
Menurut Kuncoro, operator bakal diuntungkan dengan langkah-langkah tersebut. Sebagai pengelola, Transjakarta membutuhkan operator. "Kerja sama selama 10 tahun, operator sudah mendapatkan untung. Itu harus dijamin oleh kita," kata dia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berjanji segera mengoperasikan bus-bus baru tahun ini agar daya angkut bertambah. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit mengatakan, ada 529 unit bus yang bisa beroperasi dalam waktu dekat.
Sekarang ini, ada sekitar 800 unit bus Transjakarta yang beroperasi di Ibu Kota. Tahun lalu, bus Transjakarta mengangkut lebih dari 111 juta penumpang atau sekitar 300 ribu setiap hari.
Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Bakharuddin mengatakan, penambahan armada perlu dilakukan untuk mencegah masuknya kendaraan masuk ke jalur khusus. Sterilisasi jalur khusus sudah menjadi persoalan klasik sejak bus Transjakarta diluncurkan 11 tahun lalu.
Selama ini, Bakharuddin menyatakan, Ditlantas Polda Metro Jaya berupaya menjaga jalur khusus tetap steril dari kendaraan non-bus Transjakarta. Namun, dia terpaksa meminta jajarannya mengizinkan kendaraan masuk ke jalur bus Transjakarta ketika arus lalu lintas padat merayap.
"Apalagi kalau busnya tidak ada. Kami tidak bisa maksimalkan sterilisasi kalau tidak ada busnya," ujar dia.