REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpidana seumur hidup kasus penerimaan suap di MK dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) M Akil Muhtar mengakui ingin membunuh Muhtar Ependy yang sering disebut-sebut sebagai orang dekatnya.
"Dekat apa? (Waktu) rekonstruksi mau saya bunuh kok, kalau 'ga' ada dari Densus 88 yang 'ngawal'," kata Akil seusai memberi kesaksian di persidangan Muhtar Ependy sebagai terdakwa kasus pemberian keterangan palsu dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (15/1).
Akil seketika membantah saat ditanya oleh awak media tentang Muhtar Ependy yang menjadi teman dekatnya.
"Siapa bilang teman saya? Kamu 'nggak liat' saya mau mukul dia," kata Akil.
Menurut Akil, Muhtar Ependy hanya memanfaatkan situasi dan menjual namanya ke orang-orang yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi.
"Dia memanfaatkan perkara Palembang ini, jual nama saya," ujar dia.
Akil mengakui bahwa perkara sengketa pilkada Palembang memang akan dimenangkan oleh Romi Herton tanpa perlu ada suap kepadanya.
Ia mengatakan, kemenangan Romi Herton dalam sengketa pilkada Palembang dihitung berdasarkan surat suara.
"Saya sudah katakan dihitung 'kok' (surat suara), petugas MK sudah lihat, 'gimana' saya minta duit? Orang 'udah pasti' menang kok," ujarnya.
Akil Muhtar divonis pidana seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap sengketa pilkada di MK dan dugaan TPPU.