Rabu 14 Jan 2015 14:08 WIB
Budi Gunawan tersangka

LBH Jakarta: Status Tersangka Budi Buah Keputusan Jokowi

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Febi Yonesta.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Febi Yonesta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Febi Yonesta mengatakan penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai buah dari sikap Presiden Joko Widodo sendiri dalam memilih calon tunggal Kepala Kepolisian RI.

"Penetapan status tersangka itu merupakan buah dari keengganan Presiden meminta masukan kepada rakyat, KPK, PPATK, Ditjen Pajak dan Komnas HAM secara terbuka tentang figur yang pantas menjadi pemimpin Korps Bhayangkara," kata Febi Yonesta melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (14/1).

Febi mengatakan bahwa hal itu membuktikan penggantian dan pemilihan Kapolri secara terburu-buru yang hanya berdasarkan preferensi politik akan menggerus harapan publik terhadap pemberantasan korupsi, perubahan kultur kepolisian dan penyelesaian tindak kriminalisasi oleh polisi yang masih terjadi.

LBH Jakarta telah menyarankan Presiden Joko Widodo untuk menggunakan "jurus lama" yang terbukti ampuh dalam memilih calon Kapolri dengan meminta masukan kepada rakyat, KPK, PPATK, Ditjen Pajak dan Komnas HAM.

LBH Jakarta juga menolak pencalonan tunggal Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri dan meminta DPR untuk menggunakan kewenangannya untuk menolak pencalonan tunggal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

KPK telah menetapkan calon Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dari transaksi mencurigakan.

"Menetapkan tersangka Komjen BG (Budi Gunawan) dalam kasus tersangka dugaan tindak pidana korupsi penerimaan janji saat yang bersangkutan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lain di Mabes Polri," kata Ketua KPK Abraham Samad di gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1).

KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.

Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Samad menjelaskan KPK telah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Telah setengah tahun lebih KPK melakukan penyelidikan terhadap kasus transaksi tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan. "Pada akhirnya KPK menemukan peristiwa pidana dan telah menemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan kasus ini dari tahap penyelidkan ke penyidikan pada 12 Januari 2015," ungkap Samad.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement