REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK—Protes warga Bekasi dan Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi terhadap iklan Indosat yang dianggap mem-bully daerahnya dinilai wajar karena materi iklan terkesan hanya mengikuti isu di jejaring sosial, bukan dari riset.
"Dalam proses bullying banyak orang merasa itu bagian dari mereka. Jadi ketika kota mereka di-bully di dunia nyata (iklan) itu sama saja mengolok diri mereka sendiri," kata pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, Rabu (14/1).
Sikap masyarakat yang bersama-sama memprotes provider telekomunikasi tersebut, dinilainya karena proses dari sikap personal yang merasa menjadi bagian dari tempat itu. Sehingga, ketika iklan tersebut muncul di media sosial, warga pun merasa konten iklan itu seperti mengolok-olok mereka.
"Kalau jadi olokan formal (iklan) ya sama saja menyinggung seseorang. Membuat orang yang tinggal disana merasa tidak nyaman," tegas Devie.
Dia menduga, pihak Indosat kurang melakukan riset mendalam terhadap materi iklan tersebut. Sehingga tak muncul filosofi dari produk yang ditawarkan, justru muncul kalimat seperti menghina kelompok masyarakat tertentu.
"Perusahaan harus punya filosofi yang diterjemahkan dalam iklannya. Dia juga harus mampu menjaga hati semua orang agar tidak menyinggung pihak manapun," saran dia.
Ditegaskan dosen program Vokasi UI itu, kasus ini harus menjadi pelajaran bahwa dalam beriklan tidak serta merta bisa mengadopsi apa yang menjadi perbincangan di sosial media. Lantaran dunia maya merupakan dunia yang artifisial (palsu).