Selasa 13 Jan 2015 20:28 WIB

Pemimpin Masyarakat Bali Sepakat Tunda Pendaftaran Desa ke Pusat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Indah Wulandari
Wanita Bali mengenakan kebaya khas Pulau Dewata dengan ciri khas sabuk di bagian pinggangnya.
Foto: M Akbar/Republika
Wanita Bali mengenakan kebaya khas Pulau Dewata dengan ciri khas sabuk di bagian pinggangnya.

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Panitia Khusus (Pansus) Undang-Undang Desa memberikan waktu maksimal 9 Januari kepada Provinsi Bali untuk memberikan masukan dan rekomendasi terkait pendaftaran desa ke pusat.

Namun, para bupati dan wali kota di Bali nampaknya sangat hati-hati dalam menentukan pilihan untuk mendaftarkan desa dinas atau desa adat guna memenuhi amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tersebut.

"Penentuan pilihan untuk mendaftarkan desa dinas atau desa adat bukanlah sesuatu yang mudah," kata Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, Selasa (13/1).

Ia  mengatakan, bupati dan wali kota sepakat meminta tambahan waktu untuk menentukan keputusan final hingga 15 Januari.

Dia sudah bertemu langsung dengan sejumlah pimpinan daerah, seperti Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Bupati Bangli I Made Gianyar, Bupati Jembrana Nyoman Arta, Wakil Bupati Badung I Made Sudiana, Wali Kota Denpasar, serta Sekretaris Daerah Tabanan dan Gianyar.

Alotnya pengambilan keputusan ini disebabkan masih adanya dikotomi di level bawah antara para kepala desa (pemimpin desa dinas) dengan bandesa (pemimpin desa adat).

Konsep desa adat dalam UU Desa sangat berbeda dengan desa pakraman yang ada di Bali. Desa pakraman (desa adat) di Bali bergantung pada hukum adat, yaitu awig-awig, kahyangan tiga, dan setra. Ini diatur berdasarkan tata cara Hindu yang sifatnya otonom.

Keberadaan desa pakraman di Bali juga berbeda dengan desa nagari yang ada di Sumatra Barat. Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kota di Bali tetap bersepakat bahwa desa pakraman harus tetap eksis dan tetap otonom apapun yang terjadi.

Bandesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Jero Gede Suwena Upadesa sebelumnya mengatakan bahwa keputusan ini akan menjadi keputusan strategis di Bali. Lantaran menentukan keberlanjutan masa depan adat dan budaya yang telah menjadi roh bagi kehidupan masyarakat setempat.

"Pada dasarnya segala permasalahan yang dikhawatirkan beberapa kalangan di Bali jika salah mengambil keputusan adalah lenyapnya desa adat (pakraman)," ujarnya.

Bali hingga saat ini memiliki 1.488 desa adat dan 716 desa dinas. Desa adat mengurusi kegiatan adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas mengurusi pemerintahan. Di dalam UU Desa, kedudukan sebuah desa harus ditentukan apakah itu desa adat atau desa dinas, sebab terkait dengan dana Rp 1 miliar yang akan dialokasikan per desa oleh pemerintah pusat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement