Jumat 09 Jan 2015 12:34 WIB

'BBM Turun, Tarif Angkutan Juga Harus Turun!'

Rep: C02/ Red: Winda Destiana Putri
 Sejumlah angkutan umum jurusan Karet-Jatinegara menunggu penumpang di bawah Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (7/1). (Republika/Raisan Al Farisi)
Sejumlah angkutan umum jurusan Karet-Jatinegara menunggu penumpang di bawah Jalan Layang Non Tol (JLNT) Kampung Melayu-Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (7/1). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, KEBAYORAN LAMA -- Harga Bahan Bakar Mnyak (BBM) jenis premium turun dari Rp 8500 menjadi Rp 7500 tidak membuat tarif angkutan umum turun. Meskipun penumpang sering protes, supir angkutan umum masih tagih Rp 4000 untuk rute terdekat. Sedangkan rute terjauh penumpang harus bayar Rp 6000.

Akibatnya seorang pedagang di Kebayoran Lama, Hutabarat, hampir berkelahi dengan supir karena memaksa bayar tarif Rp 6000 dari Ciledug sampai Kebayoran Baru. Hutabarat mengatakan, tidak mungkin selamanya penumpang harus bayar tarif Rp 6000 sedangkan BBM sudah turun. Apalagi harga BBM mau turun lagi. Katanya tidak ada alasan supir untuk tidak menurunkan tarif. Paling tidak menurutnya tarif angkutan umum turun Rp 500.

"Yang penting turun walaupun Rp 500," ujar Hutabarat.

Ia hampir berkelahi dengan supir angkutan umum dengan kode C01 tujuan Ciledug-Kebayoran Lama. Saat itu (9/1) Hutabarat membayar ongkos Rp 5000 sesuai tarif lama sebelum harga BBM naik. Tapi, supir tidak mau menerima dan menagih ongkos Rp 6000. Saat ditagih Hutabarat tidak mengacuhkan dan pergi. Tiba-tiba supir turun dan memegang tangan Hutabarat dan meminta tambahan ongkos Rp 1000 lagi. Tidak senang dengan perlakuan supir Hutabarat kesal dan berdebat dengan supir soal tarif.

Hutabarat mengaku tidak terima dengan perlakuan supir yang harus turun dari mobil untuk minta tambahan Rp 1000 lagi. Menurutnya, angkutan umum rakus karena tidak mau turunkan tarif. Walaupun alasan supir tidak mau turunkan tarif dikarenakan harga sembako dan suku cadang yang tinggi.

Menurut Hutabarat, harga suku cadang dan sembako tinggi dikarenakan supir angkutan yang tidak mau menurunkan tarif. Sebab distribusi barang tidak mungkin dengan jalan kaki. Pedagang tentu bayar angkutan untuk membawa barang yang dipesan.

"Saya pedagang beras dan bayar angkutan juga untuk bawa ke toko," ujar Hutabarat.

Supir C01, Firman menyebutkan, belum ada ketentuan dari koperasi ataupun organda soal tarif. Selain itu harga sembilan bahan pokok dan suku cadang kendaraan masih cukup tinggi. Ia tidak mau rugi Rp 1000 pun. Katanya, pendapatan supir angkot itu tidak sama dengan pendapatan pedagang. Pedagang bisa menghitung laba dan rugi. Tapi, supir tidak, pendapatannya tergantung dengan penumpang yang naik angkutan.

Firman mengatakan, supir belum tentu untung dengan tarif angkutan Rp 4000 walaupun harga BBM sudah turun. Sebab, ketika diturunkan supir rugi. Sebab semakin lama penumpang sudah susah dicari. Apalagi harus bersaing sesama supir C01 ataupun dengan kendaraan umum lainnya seperti kopaja dan metromini. 

"Saya tidak terima penumpang protes ongkos, tolong sadari juga biaya hidup mahal, Supir juga manusia," protes Firman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement