Rabu 07 Jan 2015 21:04 WIB

Pengamat: Fraksi-Fraksi DPR Kurang Frontal Ajukan Hak Interpelasi

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Bayu Hermawan
  Sejumlah anggota DPR menunjukkan tandatangan dukungan hak interpelasi terkait kebijakan kenaikan harga BBM di Ruang Fraksi Partai Golkar, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/11).(Republika/Agung Supriyanto)
Sejumlah anggota DPR menunjukkan tandatangan dukungan hak interpelasi terkait kebijakan kenaikan harga BBM di Ruang Fraksi Partai Golkar, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/11).(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Indonesia, Budiatna menilai kesan melunak sejumlah fraksi di DPR soal interplasi kenaikan BBM tidak lepas dari kepentingan politik.

Menurutnya konflik internal yang dilanda sejumlah Parpol, membuat fraksi-fraksi Parpol di DPR tidak berani bersikap frontal bertentangan dengan pemerintah.

"Mereka juga memperhatikan instrument politik dan hukum pemerintah," kata Budiatna saat dihubungi Republika, Rabu (7/1).

Budiatna mencontohkan keinginan Fraksi Golkar DPR mengevaluasi interpelasi. Menurutnya hal itu terjadi karena Fraksi Golkar DPR, yang didominasi kubu Aburizal Bakrie (Ical), masih mengkhawatirkan intervensi pemerintah dalam penyelesaian konflik dengan kubu Agung Laksono.

"Ini makanya ada posisi tawar-menawar. Jangan terlalu ekstrim dengan pemerintah," ujarnya.

Kendati begitu, Budiatna memandang interplasi soal kenaikan BBM masih relevan dilakukan DPR. Sebab menurutnya pemerintah tidak pernah menjelaskan secara holistik dasar penetapan harga BBM.

"Interplasi ini masih relevan. Yang dipertanyakan bukan hanya soal turunnya harga BBM yang sedikit. Tapi juga soal kelebihan keuntungan BBM itu kemana," kata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement