REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan akan mengatur distribusi bahan pokok melalui Peraturan Presiden (Perpres). Melalui kebijakan tersebut, distribusi bahan pokok hanya boleh dikeluarkan oleh gudang-gudang yang terdaftar.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengatakan, pengaturan distribusi bahan pokok melalui Perpres dinilai tidak efektif. Karena Perpres merupakan produk hukum yang tidak mengikat. Menurut Tulus, sebaiknya distribusi bahan pokok dikembalikan ke negara dan diatur dalam undang-undang.
"Apabila diatur dalam undang-undang pemerintah bisa melakukan intervensi saat terjadi kelangkaan bahan pokok," ujar Tulus kepada Republika, Rabu (7/1).
Tulus menambahkan, Indonesia harus bisa mencontoh Malaysia dan Australia yang menyerahkan distribusi bahan pokok kepada negara, bukan diserahkan kepada mekanisme pasar. Sehingga, pada saat terjadi kelangkaan ada intervensi dari pemerintah. Dengan demikian, stabilitas harga dapat terjamin.
Menurut Tulus, adanya Perpres yang mengatur distribusi bahan pokok tidak menjamin stabilitas harga di pasaran. Pada akhirnya, distribusi dan ketersediaan bahan pokok masih tetap diserahkan ke mekanisme pasar dan pemerintah tidak bisa intervensi.
"Kita sudah ada Bulog, kenapa tidak dimanfaatkan saja," kata Tulus.
Tulus menambahkan, apabila pemerintah ingin menjaga stabilisasi bahan pokok maka harus ada peraturan kuat yang mengikat. Sementara itu, Perpres bahan pokok yang akan diterbitkan berlaku di tingkat pelaku distribusi.
Adapun, nantinya aturan yang dibuat dalam perpres itu diantaranya pengaturan margin dan larangan menyimpan bahan kebutuhan pokok lebih dari kebutuhan normal selama tiga bulan di gudang.