Rabu 07 Jan 2015 15:48 WIB

Penghapusan Tiket Murah akan Bebani Masyarakat

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Penguna jasa pesawat terbang memadati pintu 1B keberangkatan dalam negeri Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (25/7).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Penguna jasa pesawat terbang memadati pintu 1B keberangkatan dalam negeri Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyusul musibah kecelakaan yang menimpa Air Asia Kementrian Perhubungan melakukan berbagai macam kebijakan, salah satunya yakni mengenai tarif pesawat. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan beberapa waktu lalu berencana untuk menghapuskan tarif murah pesawat.

Pengamat Penerbangan, Arista Atmadjati mengatakan, sebenarnya pemerintah bukan ingin menghapuskan tarif murah namun akan menaikkan tarif batas bawah sebesar 40 persen. Kenaikan tarif batas bawah ini sebelumnya sudah pernah diminta oleh Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) pada tahun lalu.

Menurut Arista, saat itu INACA meminta kenaikan tarif batas bawah sebesar 25 persen. "Sebenarnya sebelum era Menteri Jonan, sudah diputuskan kenaikan tarif batas bawah sebesar 10 persen dan sudah berlaku pada November 2014," ujar Arista kepada Republika, Rabu (7/1).

Arista menambahkan, Kementerian Perhubungan harus memikirkan dengan matang terkait wacana untuk menaikkan tarif batas bawah sebesar 40 persen. Memang, dari sisi regulator kenaikan tersebut sangat ideal karena dapat menutupi biaya operasional pesawat yang mahal.

Apalagi sekitar 80 persen biaya operasional pesawat memakai kurs dolar AS. Namun, Pemerintah juga harus memikirkan masyarakat sebagai konsumen. "Jangan hanya karena ada kecelakaan menjadi reaktif terlalu berlebihan," kata Arista.

Menurut Arista, permintaan INACA untuk menaikkan tarif batas bawah sebesar 25 persen dinilai lebih realistis. Karena, pada dasarnya para pelaku usaha penerbangan tersebut telah melakukan kalkulasi biaya operasional dan kemampuan penumpang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement