Selasa 06 Jan 2015 04:30 WIB

UGM Berhasil Ungkap Jenazah Penumpang Air Asia Melalui Gigi

Keluarga korban pesawat Air Asia kode penerbangan QZ8501.
Foto: Getty
Keluarga korban pesawat Air Asia kode penerbangan QZ8501.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGAYAKARTA -- Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengirim dua pakar odontologi forensik untuk membantu tim Disaster Victim Identification (DVI) dalam mengidentifikasi jenazah penumpang AirAsia QZ8501 melalui gigi.

"Dua pakar odontologi forensik yang dikirim tersebut adalah Sudibyo dan Ahmad Syaify. Mereka akan membantu proses identifikasi korban AirAsia," kata Rektor UGM Dwikorita Karnawati di Yogyakarta, Senin (5/1).

Menurut dia, kedua pakar odontologi forensik itu berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM. Sudibyo sudah terlibat langsung dalam tim DVI Polda Jatim, bahkan ikut membantu mengidentifikasi jenazah penumpang AirAsia sejak Jumat (2/1).

"Salah satu korban penumpang AirAsia QZ8501 yang berhasil diidentifikasi langsung oleh Sudibyo adalah Hayati Lutfiah Hamid," katanya.

Sudibyo mengatakan tidak mudah mengidentifikasi jenazah penumpang AirAsia, karena umumnya kondisi wajah korban rusak terkena benturan dan terendam di air laut.

"Saat ini tim DVI memasuki tahapan post mortem identification, yang melibatkan ahli-ahli forensik, DNA, dan odontologi forensik," katanya.

Menurut dia, untuk mengidentifikasi korban penumpang pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata membutuhkan dua syarat, yakni data primer berupa DNA, sidik jari, dan gigi korban.

"Selanjutnya data sekunder berupa dokumen penting yang mendukung proses identifikasi korban," kata ketua Tim Odontologi Forensik RS Sardjito Yogyakarta saat mengidentifikasi jenazah penumpang pesawat Garuda GA 200 yang terbakar pada 2007 itu.

Dia mengatakan dari berbagai data tersebut, identifikasi yang paling andal adalah melalui pemeriksaan gigi korban. "Gigi masih dalam kondisi utuh dan bisa diidentifikasi meskipun kondisi korban dalam keadaan terbakar, terbentur maupun terendam di air. DNA memang bisa, tetapi butuh waktu lebih lama," katanya.

Menurut dia, proses identifikasi korban melalui gigi sebenarnya tidak sulit dengan cara mengetahui cerita dari para keluarga mengenai kondisi gigi korban selama masih hidup.

"Cerita keluarga sudah bisa memberikan bantuan bagi kami mengidentifikasi. Misalnya, anak saya giginya tidak rata, lima bulan lalu gigi rahang pernah patah atau salah satu giginya pernah dicabut dokter gigi," katanya.

Menurut dia, meskipun kemungkinan korban tidak pernah memeriksakan giginya ke dokter gigi, cerita keluarga dekat mengenai kondisi gigi korban sangat membantu tim. "Itulah yang saya lakukan saat pertama kali mengidentifikasi Hayati Lutfiah Hamid," kata Sudibyo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement