REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati umat Islam di berbagai daerah. Di Cirebon, peringatan kelahiran Rasulullah SAW itu di antaranya dilaksanakan di tiga keraton, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan.
Di ketiga keraton tersebut, tradisi menyambut kelahiran Nabi dilaksanakan dalam suatu rangkaian acara yang berlangsung sejak sebulan sebelumnya. Sedangkan puncak acaranya, yang dikenal dengan nama Panjang Jimat, dilaksanakan pada 12 Rabiulawal, yang tahun ini jatuh pada Sabtu (3/1) malam.
Di Keraton Kasepuhan, prosesi Panjang Jimat diisi dengan arak-arakan nasi jimat dan berbagai benda yang melambangkan kelahiran seorang manusia. Arak-arakan itu diawali dari Bangsal Prabayaksa Keraton Kasepuhan menuju Langgar Agung yang berjarak sekitar 100 meter, dan dipimpin Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat.
Dalam arak-arakan itu, barisan pertama adalah pembawa lilin, yang menjadi simbol kelahiran Nabi Muhammad SAW di malam hari. Setelah itu, iring-iringan pembawa perangkat upacara, di antaranya manggaran, nadan dan jantungan, yang melambangkan kebesaran dan keagungan.
Selanjutnya, iring-iringan pembawa air mawar, pasatan, dan kembang goyang, yang menjadi lambang air ketuban sebelum bayi lahir dan ari-ari setelah bayi lahir.
Setelah itu, iring-iringan pembawa air serbat yang disimpan di dalam guci, yang melambangkan darah bayi ketika dilahirkan. Iring-iringan berikutnya membawa empat baki yang menjadi simbol empat unsur yang ada dalam diri manusia. Yakni angin, tanah, api dan air.
Sesampai di Langgar Agung, kemudian dilaksanakan shalawatan dan pengajian kitab Barjanzi hingga tengah malam. Setelah itu, nasi jimat dan makanan lain yang disajikan diatas piring pusaka peninggalan Sunan Gunung Jati pun disantap bersama.
Sultan mengungkapkan, Sunan Gunung Jati yang lahir pada 1468 di Mekah, merupakan putra mahkota di Kesultanan Mesir karena ayahnya adalah seorang sultan di negeri itu. Namun, pada usia 20 tahun, dia memilih pergi ke tanah Jawa yang menjadi kampung halaman ibunya, Rarasantang.
Di Cirebon, dia kemudian menyebarkan agama Islam dan memimpin Kesultanan Cirebon, hingga wilayah kekuasaannya meliputi Jabar, Jakarta dan Banten.
Selama menyebarkan Islam, Sunan Gunung Jati hampir tidak pernah menggunakan peperangan. Hal itu karena Sang Wali menghormati adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Di antaranya, menggunakan media wayang kulit dan gong sekaten.
"Upacara panjang jimat menggambarkan fragmen kelahiran manusia ke dunia pada malam hari, yaitu Nabi Muhammad SAW," kata Sultan.
Sultan menyatakan, Keraton Kasepuhan terus memelihara tradisi tersebut yang merupakan kearifan lokal dan jati diri bangsa. Menurutnya, kebudayaan bangsa memang harus dipertahankan di tengah gempuran budaya asing yang dengan mudahnya masuk ke tengah masyarakat.
Ia menambahkan, dengan keberadaan keraton dan tradisinya, Cirebon saat ini terus meningkat menjadi tujuan wisata sejarah, ziarah, budaya, pendidikan, belanja dan kuliner. Hal tersebut akan berdampak pada ekonomi masyarakat.
"Karena itu, kita harus terus meningkatkan peninggalan sejarah dan budaya agar bernilai manfaat bagi bangsa dan masyarakat," ujarnya.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya berjanji membantu mempromosikan pariwisata Cirebon melalui tagline Wonderful Cirebon atau Pesona Cirebon, secara nasional maupun internasional. Sebab meski berpotensi besar, namun performance pariwisata Cirebon hingga kini dinilai masih kurang.
Di Keraton Kanoman, prosesi Panjang Jimat juga diisi dengan arak-arakan kirab yang membawa berbagai benda pusaka milik keraton dari Bangsal Prabayaksa menuju Masjid Agung Kanoman. Prosesi itu dipimpin oleh Pangeran Patih PRM Qodiran, mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emiruddin.
Dalam kirab itu, barisan pertama iring-iringan prajurit pembawa tombak (bandrang keraton). Barisan kedua iring-iringan yang membawa bendera kebesaran/bendera Macan Ali (berbentuk macan hiasan kaligrafi Kalimat Thoyibah Laa Ila Ha Illallah).
Barisan ketiga membawa tunggul naga (salah satu pusaka Cirebon zaman Raja Cirebon ke-2), barisan keempat yang merupakan barisan Patih Kesultanan Kanoman, dan barisan kelima yang membawa sejumlah tumpeng berisi nasi kuning, buah-buahan, dan benda pusaka lainnya.
Di Keraton Kacirebonan, tradisi Panjang Jimat dipimpin Sultan Kacirebonan, PRA Abdul Gani Natadiningrat. Dalam prosesi itu, pihak keraton mengarak berbagai benda pusaka dari Keraton Kacirebonan menuju Langgar Alit Keraton Kecirebonan.