Senin 05 Jan 2015 06:44 WIB

Ini Pujian dan Kritikan Din Syamsuddin untuk Republika

Din Syamsuddin
Foto: Republika/Wisnu Aji Prasetiyo
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pada Ahad (4/1) kemarin, Harian Republika genap berusia 22 tahun. Terkait dengan itu, sejumlah tokoh nasional memberikan apresiasi dan juga masukan. Salah satunya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yang menyampaikan harapannya kepada Harian Republika untuk masa-masa mendatang.

“Tetaplah menjadi media pemersatu umat. Republika sebagai media bagi seluruh elemen kaum Muslim Indonesia. Jangan sampai tergoda memihak kelompok-kelompok tertentu saja,” ujar Din, belum lama ini.

Menurut Din, proses kelahiran Harian Republika tidak lepas dari kontribusi besar umat Islam Indonesia. Waktu itu, tumbuh keinginan kolektif yang kuat untuk menerbitkan sebuah media berskala nasional, tempat kepentingan Islam disuarakan.

Din menuturkan, Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi massa (ormas) yang ikut dalam proses kelahiran Harian Republika. Hal itu dengan tanda, tidak sedikit warga Muhammadiyah yang turut membeli saham.

“Tentu kami sangat berbahagia, melihat koran ini (Republika) tetap kukuh mempertahankan eksistensinya di tengah persaingan ketat media massa nasional,” ujar ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.

Din melanjutkan, Harian Republika akan tetap di hati kolektif umat Islam Indonesia selama media massa ini mempertahankan prinsip islami. Menurut Din, sejauh ini, isi dan penampilan Republika sudah bagus. Hal itu didasarkan pada koran milik pengusaha Erick Thohir tersebut yang tidak kehilangan wataknya sebagai media massa Islam, meskipun berorientasi pada kepentingan nasional.

“Apalagi dengan rubrik rutin yang islami (di koran Republika). Seperti (rubrik) Khazanah, Resonansi, Dialog Jumat, dan sebagainya. Saya pribadi di rumah mengutamakan membaca koran Republika dibandingkan koran lain,” kata Din Syamsuddin, Rabu (31/12).

Hanya saja, Din menuturkan, dirinya pernah menemukan beberapa kekurangan pada Harian Republika. Terutama, terkait dengan 2014 sebagai tahun politik. Dalam pada itu, hampir seluruh media massa nasional terserap dan menjadi corong kepentingan politik.

Pada tahun ini, berlangsung dua perhelatan besar, yakni pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan anggota legislatif (pileg).

“Saya amati beberapa pemberitaan Republika. Kadang Republika 'tak cukup kuat imannya' untuk bersikap netral dalam politik. Terutama, pada masa menjelang pilpres,” ungkap Din.

Din menjelaskan, sebelum pilpres 2014 berlangsung, terkesan Republika condong ke pihak-pihak tertentu. Hal itu, kata Din, mungkin disebabkan maraknya figur-figur politikus yang ingin tampil eksis menjelang pilpres.

Din menuturkan, pihaknya memaklumi Republika sebagai lembaga industri informasi yang tidak mungkin lepas dari keinginan mengejar profit. Namun, jangan sampai Republika terseret arus kepentingan politik sehingga mengutamakan kepentingan bisnis ketimbang semangat yang loyal terhadap kebangsaan.

“Hanya menurut persepsi saya, ketika pilpres berlangsung, Republika bersikap imbang, tidak memihak,” ujarnya.

Republika didirikan atas kontribusi Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) pada 1992. Berkat kontribusi BJ Habibie, Republika bisa terbit dan mendapat restu presiden RI ke-dua, Soeharto.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement