Ahad 04 Jan 2015 14:33 WIB

Musim Baratan, Nelayan Diimbau Waspadai Badai Ekstrim

Rep: Lilis Handayani/ Red: Bayu Hermawan
Warga menjemur sisa tangkapan ikan yang akan dijadikan ikan asin berlatar belakang perahu nelayan yang ditambatkan di kawasan kampung nelayan Muara Angke, Jakarta, Selasa (16/12).  (Republika/ Tahta Aidilla)
Warga menjemur sisa tangkapan ikan yang akan dijadikan ikan asin berlatar belakang perahu nelayan yang ditambatkan di kawasan kampung nelayan Muara Angke, Jakarta, Selasa (16/12). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Gelombang tinggi dan cuaca buruk yang dikenal dengan istilah baratan, mengancam keselamatan para nelayan. Kantor Pelabuhan Kabupaten Indramayu pun memberlakukan status waspada bagi nelayan yang akan melaut di perairan laut utara Jawa.

 

Wilayah yang berstatus waspada itu mulai dari perairan Tanjung Indramayu hingga ke arah Kalimantan, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal tersebut terutama di sejumlah lokasi, salah satunya gugus Kepulauan Cendekian.

 

"Di lokasi itu sering muncul badai ekstrim dengan ketinggian gelombang mencapai lebih dari tiga meter," ujar Komandan kesatuan pengawasan laut dan pantai (KPLP) Kantor Pelabuhan Kabupaten Indramayu, Koko Sudeswara.

Ia melanjutkan, gelombang dan tiupan angin di perairan laut utara Jawa saat ini sulit ditebak. Kondisi tersebut sangat membahayakan keselamatan pelayaran, terutama para nelayan yang menggunakan kapal berbobot dibawah 30 GT.

 

Sementara seorang nelayan di Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Sir mengatakan musim baratan telah dirasakan para nelayan di Kabupaten Indramayu sejak awal Desember 2014.  Kondisi itu nasib para nelayan menjadi terpuruk.

 

"Saat ini, musim baratan semakin parah," ucapnya.

Menurutnya saat awal musim baratan, para nelayan tradisional masih bisa melaut meski hanya pada jarak satu mil dari muara. Namun saat ini, mereka sama sekali tidak bisa melaut karena gelombang semakin tinggi dan cuaca yang bertambah buruk.

 

"Sudah seminggu ini saya tidak bisa melaut sama sekali," keluhnya.

 

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Sir mengaku hanya bisa mengandalkan utang dari juragan kapal maupun pemilik warung sayuran. Utang itu baru bisa dibayarnya saat nanti kembali melaut.

 

Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Kajidin, membenarkan, musim baratan merupakan masa paceklik bagi nelayan, terutama nelayan tradisional. Pasalnya, mereka kehilangan sumber mata pencaharian akibat tidak melaut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement