REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dirut Perum AirNav, Bambang Tjahyono, mengklarifikasi isu seputar permintaan pilot Air Asia QZ 8501 yang meminta menaikkan pesawat lebih tinggi. Menurutnya saat itu pihak Air Traffic Contol (ATC) tidak melarang untuk naik dari 32 ribu kaki ke 38 ribu kaki, tapi memerintahkan untuk standby.
"Kemudian pada saat pesawat itu minta dari 32 ribu ke 38 ribu, ATC tidak menolak, tetapi minta standby. Karena ada beberapa hal," kata Bambang, di kantor kemenhub, Jakarta, Jumat (2/1).
Dia menjelaskan, semua pesawat yang menempuh rute menuju Singapura melalui jalur itu minimal harus ada jarak 50 mil satu sama lain. Ini salah satu alasan dari pihak ATC menyuruh pesawat tersebut untuk menunggu. "Karena harus melakukan scaning traffic terlebih dahulu," ujarnya.
Pada intinya di ketinggian 32 ribu sampai 38 ribu ada aktivitas dan jarak antara pesawat Air Asia QZ 8501 dengan pesawat lainnya kurang dari 50 mil. Kecuali di ketinggian 34 ribu jaraknya aman, tapi bukan yang diminta. Sementara di ketinggian 38 ribu ada pesawat Garuda rute Jakarta-Pontianak.
Pada saat QZ 8501 meminta naik di belakang ada pesawat Air Asia lainnya dengan jarak pembeda di bawah 50 mil. Di depan ada pesawat UEA 409 jaraknya 39 mil, tentunya masih di bawah jarak standar yang ditentukan. Pada ketinggian 38 ribu kaki, ada pesawat Garuda GA 500.
ATC memberikan izin untuk berada di 34 ribu karena memang pada ketinggian tersebut jarak pesawat terdekat AWQ 550, 74 mil. Atau lebih dari 50 mil, sehingga diberikan izin.
"Jadi tidak benar ATC itu menolak, hanya meminta standby, setelah dua atau tiga menit kemudian, kehilangan kontak," jelas Bambang.