Jumat 02 Jan 2015 04:16 WIB

BI: Harga BBM Turun akan Kendalikan Inflasi

Rep: c87/ Red: Mansyur Faqih
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tahun 2015 Premium Tidak Bersubsidi: Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di SPBU, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia memandang kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak per 1 Januari 2014 akan mengendalikan inflasi pada 2015. 

Sebelumnya, pemerintah menetapkan, harga premium tanpa subsidi menjadi Rp 7.600 per liter dan mensubsidi solar Rp 1.000 (fixed subsidy) dengan harga Rp 7.250 per liter. 

Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kebijakan harga BBM tersebut akan memudahkan pengendalian inflasi. Biasanya, inflasi di Indonesia akan tinggi saat ada penyesuaian harga BBM. 

"Dengan harga BBM akan naik turun sehingga naik turunnya harga akan ter-record inflasi bulan ke bulan. Tidak ada lagi penyesuaian harga pada periode-periode tertentu yang berdampak inflasi sangat tinggi, sehingga inflasinya cenderung akan lebih stabil," kata Perry di gedung BI, Jakarta, Rabu (31/12), 

Dampak secara langsung kebijakan harga BBM di Januari, kata Perry, jelas akan terjadi deflasi pada komponen harga tadi di deflasi. Dampaknya yakni penurunan harga BBM itu sendiri, dampak terhadap penyesuaian tarif angkutan, dan dampak terhadap penurunan harga barang yang lain.

"Nanti akan kita hitung dan sampaikan berapa persen penurunannya, ini akan memudahkan pengendalian inflasi sehingga terkendali dan stabil," jelas Perry.

Selain itu, kebijakan pemerintah tersebut juga akan mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), khususnya defisit migas. Menurutnya, dengan harga BBM sesuai pasar maka pola konsumsi BBM masyarakat akan lebih terkendali. Impor migas akan lebih rendah sehingga defisit migas rendah. 

Namun, penuruan CAD juga tergantung seberapa jauh ekspansi fiskal pemerintah mendorong ekspor nonmigas. Dalam setahun dampak terhadap CAD tidak akan terlalu besar tapi dalam jangka panjang akan terasa.

"Dengan spending produk tadi produksi nasional akan naik kebutuhan impor akan turun, jangka pendek ada beberapa yang masih harus diimpor. Tapi jangka panjang pembiayaan fiskal lebih tinggi, tiga tahun ke depan dampak ke CAD akan terasa," terangnya. 

Di samping itu, Perry optimistis kebijakan subsidi BBM jelas mendorong pertumbuhan ekomoni lebih tinggi melalui alokasi pembiayaan produkstif. Hal itu akan meningkatkan kapasitas produksi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement