Jumat 02 Jan 2015 02:23 WIB

Ekspor Komoditas Karet ke AS Mesti Diperkuat

Rep: c78/ Red: Mansyur Faqih
  Buruh mengumpulkan hasil sadapan karet milik PT. Perkebunan Nusantara (PN), di Kampung Gunung Batu, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (13/10). (Antara/Adeng Bustomi)
Buruh mengumpulkan hasil sadapan karet milik PT. Perkebunan Nusantara (PN), di Kampung Gunung Batu, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (13/10). (Antara/Adeng Bustomi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di samping investasi yang menarik di sektor pertanian, Indonesia juga berpeluang memberikan nilai tambah untuk sejumlah komoditas pertanian dari AS ke Indonesia. Beberapa komoditas pertanian andalan yang kinerja ekspornya tinggi adalah karet, tekstil dan produk tekstil, elektronik, alas kaki, kakao dan kelapa sawit.

"Yang paling menarik itu adalah karet dan dan turunannya, maka industri untuk komoditas ini mesti diperkuat," kata pengamat pertanian Institut Pertanian Bogor sekaligus Direktur Komersial dan Bisnis Bank Mandiri Sunarso beberapa waktu lalu.

Menurutnya, komoditas utama ekpsor Indonesia ke AS dalam periode Januari hingga Agustus 2014 yakni karet dengan persentasi 13,9 persen. Kemudian disusul tekstil sebesar 12,4 persen. 

Penguatan di komoditas tersebut menjadi penting di tengah momen penguatan ekonomi AS agar tidak kalah saing dengan Singapura yang saat ini menjadi eksportir karet terbesar di dunia.

Tidak boleh kalah saing, kata dia, sebab Indonesia memiliki pohon karet, sementara Singapura tidak. Ekspor karet Singapura karena mereka sebelumnya telah mengumpulkan komoditas tersebut dari Malaysia, Indonesia dan Thailand. 

Di ranah domestik, kata dia, karet sempat berada pada posisi paling tinggi yakni 0,76 dolar per kilogram. kemudian usai dibentuk konsorsium tiga negara yakni Indonesia, Malaysia dan Thailand, lantas melakukan pengaturan harga, perlahan harga karet menanjak hingga 1 dolar per kg. "Petani pun bersorak senang," katanya.

Alasannya, komoditas karet merdeka dari cengkraman buyer. Ia bahkan sempat mencapai lima dolar per kg. 

Petani yang senang disebabkan struktur industri karet memberikan keuntungan langsung rakyat yang jumlahnya 85 persen. Sisanya, pemerintah dan swasta hanya memegang 15 persen dari pengelolaan industri karet. 

"Sehingga, jika harga karet jatuh, petani karet yang notabene rakyat sejumlah lima juta KK yang akan sangat terpukul," tuturnya.

Di sinilah, kata dia, pentingnya memperkuat industri karet. Karena industri ini menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Lagi pula, peluang memperkuat industri ini terbuka lebar. 

Terlebih kekuatan konsorsium telah terkikis karena Cina sebagai pembeli utama karet telah mulai merintis penanaman dan pembelian karet dari negara tetangganya seperti Vietnam, Laos dan Kamboja. Penanaman dimulai sejak 2005 dan selang sembilan tahun, mereka sudah bisa panen dan melakukan jual beli. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement