REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun mengakui pemerintah tidak melanggar undang-undang terkait kebijakan penghapusan subsidi bbm jenis premium, meskipun belum mendapatkan persetujuan dari DPR.
Menurutnya kebijakan itu boleh saja dilakukan, asalkan pemerintah tidak menggunakan alokasi subsidi tersebut untuk belanja lain sebelum Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBNP) 2015 disahkan.
"Kami harus fair bahwa belum ada pelanggaran yang dilakukan pemerintah. Ini kalau pemerintah menggunakan alokasi hasil penghapusan subsidi BBM setelah APBN-P," kata Misbakhun kepada Republika.
Dalam APBN 2015, anggaran subsidi BBM ditetapkan sebesar Rp 276 triliun. Dengan menghapus subsidi premium dan mengalokasikan subsidi solar sebesar Rp 17 triliun pada APBNP 2015, pemerintah bakal mendapat dana tambahan dari penghematan sebesar Rp 259 triliun.
Misbakhun sangat paham bahwa keputusan pemerintah memangkas subsidi BBM karena ingin mengalihkannya untuk sektor produktif seperti pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, ia berpesan kepada pemerintah bahwa dana itu tidak bisa digunakan sebelum ada APBNP.
"Kalau sudah dibahas dan disetujui oleh DPR pada APBNP, dana tersebut baru bisa digunakan. Kalau tiba-tiba sudah digunakan, baru itu melanggar," ujarnya.
Meski begitu, politisi partai Golkar tersebut tidak setuju dengan keputusan pemerintah menghapus subsidi premium. Dia tidak sepakat dengan alasan pemerintah yang menyebut bahwa premium lebih banyak digunakan kendaraan pribadi dan orang-orang mampu.
Padahal, kata dia, para nelayan juga banyak yang menggunakan premium. Kemudian para buruh yang dalam kesehariannya menggunakan sepeda motor. Selain itu, transportasi umum juga banyak yang menggunakan premium.
"Jadi banyak masyarakat kecil yang menikmati premium. Sehingga penghapusan subsidi premium ini akan menambah beban rakyat," ujarnya.
Dengan penghapusan subsidi, harga premium akan mengikuti mekanisme pasar. Harga akan turun apabila harga minyak dunia sedang turun. Begitu juga sebaliknya. "Sekarang kebetulan harga minyak sedang turun. Lalu bagaimana nanti kalau harga minyak dunia tiba-tiba melonjak. Beban rakyat akan bertambah," katanya.
Seperti diketahui, pemerintah pada Rabu (31/12) membuat kebijakan baru berupa penghapusan subsidi untuk premium.
BBM yang disubsidi hanyalah solar dengan pola subsidi tetap sebesar Rp 1000/liter. Kebijakan yang sudah berlaku mulai 1 Januari 2015 ini menimbulkan kontroversi karena dilakukan tanpa melakukan komunikasi ataupun persetujuan dari DPR.