Selasa 30 Dec 2014 18:26 WIB

Transaksi Mencurigakan Kepala Daerah Capai Rp 1,12 Triliun

Rep: Ira Sasmita/ Red: Erik Purnama Putra
PPATK dan Polri telusuri rekening gendut dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/12).
Foto: Republika/Wihdan
PPATK dan Polri telusuri rekening gendut dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf mengatakan, hingga akhir tahun 2014 transaksi keuangan mencurigakan kepala daerah mencapai Rp 1,12 triliun. Hasil penelusuran PPATK tersebut telah disampaikan kepada penyidik sesuai kewenangan masing-masing untuk ditindaklanjuti.

Menurut Yusuf, hasil penelusuran informasi keuangan terhadap kepala daerah tersebut tidak hanya terbatas kepada gubernur, bupati, walikota beserta wakilnya. Tetapi transaksi mencurigakan dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga meliputi keluarga kepala daerah tersebut.

"Ini yang harus menjadi concern penegak hukum, KPK karena praktiknya sudah menjadi praktik keluarga," kata Yusuf saat menyampaikan Refleksi Tahun 2014 PPATK, di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (30/12).

PPATK, lanjut Yusuf, menemukan transaksi keuangan mencurigakan pada 45 kepala daerah dan keluarganya. Terdiri atas 26 bupati dengan total transaksi melebihi Rp 1 triliun. Kemudian 12 gubernur yang nilainya di atas Rp 100 miliar.

Transaksi mencurigakan juga ditemukan pada satu isteri gubernur dengan nilai melebihi Rp 15 miliar. Kemudian pada dua wakil bupati dengan nilai di atas Rp 1 miliar, di satu wakil gubernur senilai Rp 300 juta lebih. Kemudian ditemukan transaksi mencurigakan dua wali kota dengan nilai di atas Rp 1 miliar. Dan transaksi mencurigakan satu anak bupati yang nilainya melebihi Rp 3 miliar.

Yusuf mengungkapkan, modus yang digunakan kepala daerah sebagian besar melalui pengadaan proyek di daerah. Kepala daerah biasanya membuat penyamaran dengan mendirikan perusahaan. Modus lainnya melalui gratifikasi, fee, dan pinjaman fiktif.

Kepala daerah tersebut menurutnya sebagian besar masih aktif menjabat hingga saat ini. Mereka tersebar tidak hanya di Pulau Jawa, namun juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Dari 45 transaksi mencurigakan tersebut, menurut Yusuf yang sudah memasuki tahapan pemeriksaan baru sembilan kasus. Terdiri atas dua gubernur, enam bupati, dan satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang diduga terkait bupati. Total nilai transaksi dari sembilan kasus tersebut mencapai Rp 1 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement