REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menemukan fakta bahwa banyak Warga Negara Asing (WNA) yang membeli lahan di lokasi pariwisata di NTB, untuk digunakan sebagai tempat usaha.
"Banyak asing (WNA) membeli tanah untuk membuka usaha dengan modus menikahi orang daerah," ujar Kepala Disbudpar NTB, Muhammad Nasir kepada Republika, Selasa (30/12).
Ia menuturkan hingga saat ini WNA yang membeli lahan di Lombok, dikategorikan tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan daerah lainnya.
Namun, hal tersebut menyebabkan suatu permasalahan. Oleh karena itu, menurutnya pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah membatasi tentang kepemilikan modal usaha pariwisata.
"Kepemilikan modal usaha pariwisata di Lombok harus jelas dan dibatasi," ungkapnya.
Senada dengan hal tersebut, warga Pemenang Kabupaten Lombok Utara (KLU), Mulyadi mengatakan banyak WNA yang tidak memiliki izin kerja di Indonesia. Namun mereka bisa bekerja di objek wisata Gili Trawangan meski memakai izin liburan. Termasuk salah satunya sebagai instruktur snorkeling.
Kondisi tersebut, menurutnya, membuat masyarakat lokal yang menjadi instruktur tidak bisa berkembang. Selain itu, WNA lebih percaya kepada sesama WNA.
"Kelemahan KLU banyak WNA gak ada izin kerja jadi orang lokal gak bisa berkembang," ujarnya.
Lelaki yang juga berprofesi sebagai pedagang di Gili Trawangan tersebut mengaku hampir 40 persen banyak WNA yang bekerja di objek wisata Gili Trawangan tersebut.