REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekalipun Mahkamah Agung sudah memenangkan perkara H.M Arief dalam sengketa tanah di jalan Bay Pass Kelurahan Lahundape, Kendari atas nama Lasambo Ntewo yang sudah dialihkan ke PT Jamsostek, namun upaya mendapatkan keadilan masih sulit dilakukan. Upaya Arief untuk mengurus pembatalan sertifikat atas nama Lasambo ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) menemui jalan buntu.
Kasus yang berawal dari sengketa tanah antara Arief dengan Lasambo Ntewo sebenarnya sudah masuk dalam putusan kasasi MA. Dalam putusannya mengabulkan gugatan kasasi yang diajukan Arief, pada 2012, yaitu bahwa sertifikat atasnama Lasambo Ntewo tidak berada di objek yang disengketakan. Sehingga sertifikat atasnama Lasambo Ntewo cacat hukum.
Setelah memenangkan gugatan di MA, Arief kemudian mengajukan permohonan pembatalan sertifikat hak milik atasnama Lasambo Ntewo ke BPN Sultra, pada 28 Januari 2014. Pihak BPN Sultra juga sudah melakukan telaah staf pada 21 Juli 2014. Namun setelah telaah staf tersebut diajukan ke Kakanwil BPN Prov Sultra Joko Heriyadi, ternyata tidak mendapat tanggapan apapun.
"Sehingga kami mengajukan surat permohonan pembatalan sertifikat yang kedua pada 22 Juli 2014, yang ditujukan ke BPN RI dan Kakanwil BPN Provinsi Sultra," kata Arief. Namun surat permohonan pembatalan sertifikat yang diajukan tidak pernah ditindaklanjuti.
Bahkan pihak Arief sudah berupaya menemui Joko Heriyadi di kantor maupun di rumahnya. "Namun ketika kamu sudah di depan pintu rumahnya dan mengucapkan salam, secara tiba-tiba Kakaknwil melarikan diri masuk ke dalam kamar tidurnya," kata dia. Selama hampir satu jam menunggu di rumah Joko Heriyadi tidak mau keluar juga.
Dengan sikap Joko Heriyadi ini, pihak Arief akhirnya melaporkannya ke polisi. Dia dilaporkan dengan dugaan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan.
Arief mengatakan karena tahapan-tahapan penyelesaian secara hukum sudah dilakukan dan tidak ada respon dari BPN Provinsi Sultra, ia berharap BPN RI agar mengambil alih kasus yang dialaminya. "Pertimbangannya Kakanwil Prov Sultra tidak mau atau tidak mampu menjalankan tugas fungsi dan kewenangannya sebagaimana mestinya, tanpa alasan yang jelas. Padahal permohonan yang kami ajukan sudah memasuki masa waktu delapan bulan," ungkap dia.