REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA– Pesawat Airbus Air Asia A 320 dengan nomor penerbangan QZ 8501 telah hilang dalam perjalanan dari Surabaya menuju Singapura. Pesawat tersebut, diduga hilang di perairan laut Belitung Timur, Bangka Belitung.
Kondisi cuaca buruk yang sedang melanda akhir-akhir ini disebut sebagai penyebab hilangnya pesawat yang membawa 155 penumpang tersebut. Pengamat Penerbangan, Jusman Syafii Djamal mengatakan, penerbangan di tengah cuaca yang kurang bagus memang berbahaya dan memiliki risiko besar.
Di tengah cuaca buruk biasanya muncul awan cumulus nimbus yang dapat menyebabkan turbulensi dan mesin mati. Oleh karena itu, awan ini kerap dihindari oleh para pilot. “Di dalam awan cumulus nimbus terdapat butiran es yang mengalir, kalau butiran ini masuk ke engine maka dapat menyebabkan engine mati,” ujar Jusman kepada Republika, Ahad (28/12).
Jusman menjelaskan, butiran es di dalam awan cumulus nimbus tersebut dapat membekukan engine pesawat sehingga menyeababkan kerusakan dan pesawat tidak bisa terbang lagi. Kasus seperti ini sebelumnya pernah menimpa pesawat Garuda Indonesia yang mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, beberapa tahun silam.
Dalam kasus hilangnya pesawat Air Asia ini, pilot sempt meminta izin untuk belok menghindari awan dan menaikkan ketinggian ke 38 ribu kaki. Sebelum izin menaikkan ketinggian disetujui, pesawat telah hilang kontak.
Menurut Jusman, ada kemungkinan pesawat tidak diizinkan untuk menambah ketinggian karena kondisi cuaca pada ketinggian tersebut lebih buruk. Dalam penerbangan ada batas maksimum ketinggian dan batas minimum, apabila dalam cuaca buruk pesawat terbang terlalu tinggi maka akan menyulitkan untuk melakukan manuver.
Jusman menambahkan, awan cumulus nimbus ini mudah dideteksi oleh pilot. Dalam radar cuaca, awan ini akan terlihat berwarna merah. “Kurang lebih sekitar 40 sampai 60 mil awannya udah keliatan, jadi pilot bisa minta izin untuk menghindar,” kata Jusman.