REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang tergabung dengan ISIS, pemerintah mulai mencari cara untuk mencegahnya. Terkait hal tersebut, ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pun ikut memberikan saran kepada pemerintah.
"Jangan terlalu membabi buta terhadap ISIS dan pengikutnya nanti," ujar Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto saat dihubungi Republika, Sabtu (27/12).
Menurut Ismail Yusanto, apabila melakukannya, maka tindakan ini bisa menjadi alasan ISIS untuk menyerang pemerintah Indonesia.
Ismail menjelaskan, selama ini pemerintah telah memberikan contoh atas keserampangan tindakannya dalam memerangi suatu hal.
Misalnya, tindakan Densus 88 terhadap orang-orang yang dianggap teroris. Menurutnya, selama ini cara yang dilakukannya tersebut sudah keluar dari jalur semestinya.
"Asal tembak, asal hajar dan asal tangkap orang-orang yang belum diketahui pasti identitas terorisnya tersebut," ungkap Ismail. Melihat kondisi seperti ini, Ismail harap pemerintah terutama TNI dan Polri tidak melakukan tindakan seperti itu.
Menurut dia, tindakan tersebut tentu akan mengundang ISIS untuk melakukan sikap yang tidak diinginkan terhadap Indonesia. Ismail juga menyarankan agar pemerintah tidak ikut-ikutan untuk memerangi ISIS di Suriah. "Jangan mau disuruh-suruh sama Amerika," tegasnya.
Ismail menilai sikap pemerintah yang ikut bergabung untuk memerangi ISIS di Suriah itu aneh. Menurutnya, selama ini TNI jika diajak untuk memerangi Yahudi selalu menolak. Begitu pula saat diminta untuk membantu Gaza.
Sementara, kata Ismail, saat diminta untuk memerangi ISIS yang notabenenya membawa nama Islam, mereka malah menerimanya.
Menurut Ismail, tindakan pemerintah ini akan dianggap ISIS sebagai suatu keterlibatan Indonesia dalam memerangi daulah Islam. Untuk itu, Ismail berharap agar bisa menahan diri.
Ismail berpandangan, bergabung dalam koalisi untuk memerangi ISIS di Suriah bukan cara yang tepat. Dalam pandangan Ismail, tindakan ini bukan cara yang tepat untuk meredakan ketegangan. "ISIS akan menganggap pemerintah Indonesia sebagai kaki tangan Amerika Serikat nantinya," jelasnya.