Sabtu 27 Dec 2014 01:33 WIB

Memamerkan Karya Semar Sebagai Nabi

Rep: C54/ Red: Erik Purnama Putra
Kaligrafi berbentuk gambar Semar.
Foto: Abovetopsecret.
Kaligrafi berbentuk gambar Semar.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Nahdlatul Ulama (NU) dan para penganjur ajarannya yang disebut kaum Nahdiyin adalah wajah Islam Nusantara yang khas. Kekhasan tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali dalam hal seni dan budaya.

Bagaimanakah visi seni dan kebudayaan kaum Nahdiyin? Sebuah kegiatan bertajuk 'NU di Tahun Kebudayaan 2014' disuguhkan untuk publik oleh Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) di Surabaya, 21 hingga 27 Desember 2014. Lesbumi tak lain adalah sayap organisasi NU yang bergerak di bidang seni dan kebudayaan.

Bertempat di kantor PW NU Jatim di Surabaya, kegiatan mencakup sejumlah mata acara. Mulai dari peluncuran antologi puisi para penyair Lesbumi, pagelaran musik, dan yang tak kalah menarik adalah pameran lukisan.

Tak kurang dari 22 pelukis Lesbumi ambil bagian dalam pameran tersebut. Mereka berasal dari sejumlah kota di Jawa Timur, di antaranya dari Surabaya, Gresik, Sidoarjo dan Malang. Kecintaan NU pada keberagaman atau prinsip prularisme jelas terlihat dari karya-karya yang dihadirkan. Perbedaan terasa, mulai dari gaya, objek, terlebih teknik.

Sebagian menyuguhkan karya-karya seni kaligrafi di atas kanvas. Ayat-ayat suci Tuhan diukir warna-warni dengan estetis. Ada dua penggal kata Allah dan Muhammad digurat kasar dalam percampuran warna hijau dan kuning. Karya berjudul 'Allah.Muhammad' (akrilik pada kanvas, 80 x 80 cm) tersebut dibuat Zaynal AM, pelukis asal Surabaya.  

Konsep abstrak yang disuguhkan, ditambah objek lukis Allah dan Muhammad yang sakral, menghantarkan mereka yang menikmati lukisan tersebut pada sebuah kegelisahan yang syahdu. Selain Zaynal, sejumlah seniman juga menyuguhkan seni kaligrafi, mulai dari Doa Sapujagat hingga Ayat Kursi.

Selain kaligrafi, ada juga yang memilih objek sosok. Ada sejumlah figur besar NU yang dihadirkan para pelukis, yaitu dua kiai sepuh pendiri NU, yakni KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah. Ada juga gambar ikon NU lainnya, yakni KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan KH Hamim Tohari Djazuli alias Gus Miek.

Di antara para figur tersebut, sosok Gus Dur-lah yang paling jauh mendapatkan eksplorasi. Sejumlah pelukis menggambarkan presiden RI keempat dalam berbagai pose unik, seperti sedang menyanggah dagu, ada juga yang sedang duduk bersila. Gaya yang digunakan pun terbilang beragam, mulai dari realis hingga surealis dengan pendekatan pop art.

Tak selesai pada kaligrafi dan gambar figur, sejumlah seniman ‘bermain’ lebih filosofis dalam tema kebudayaan Jawa. Lukisan berjudul 'Isin' (ragam media pada kanvas, 70 x 100 cm) karya Ramadhantiel menyuguhkan sosok lelaki berbaju tradisional Jawa garis-garis (surjan) dan mengenakan blankon.

Hal yang unik, wajah si lelaki yang duduk di atas kursi itu meleleh tak karuan hingga tak berbentuk lagi. Pesan yang lugas dihantarkan dalam potongan gambar estetis. Bisa jadi lukisan tersebut adalah kritik atau otokritik bagi orang Jawa di masa kini.

Satu lukisan lain berupaya mendokstruksi cerita wayang. Lukisan berjudul 'Eyang Semar' (akrilik pada kanvas, 90 x 120 cm) karya Wadji MS menyuguhkan tokoh pewayangan Semar. Dalam cerita klasik wayang purwa, sosok Semar dianggap sebagai titisan dewa yang turun ke bumi. Dalam pakem penampilannya, sosok Semar selalu digambarkan melipat tangan kanan ke belakang, sedangkan tangan kiri menunjuk ke depan.

Pada pose tersebutlah Widji menawarkan pemaknaannya. Dalam versi Widji, tangan kanan Semar di belakang punggungnya dipasangkan seuntai tasbih. Sementara di atas ubun-ubunnya, satu lafaz 'Allah' menghias di langit. Dalam karyanya, Widji agaknya menawarkan Semar sebagai nabi, yang bertindak atas nama Tuhan demi menunjukan kebenaran.

Ketua Lesbumi Jawa Timur Nonot Sukrasmono menyampaikan, selain disuguhkan untuk publik luas, kegiatan tersebut secara khusus dimaksudkan untuk mengumpulkan para seniman Nahdiyin yang tercecer. “Kami juga ingin merangkul semakin banyak seniman. Mari, bagaimanapun mereka, entah bertato atau aneh-aneh, kita belajar bersama-sama,” ujar Nonot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement