REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Hendri Subagiyo menyatakan bahwa masih belum memuaskan persoalan perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam pada 2014.
Namun, pemerintah dinilai telah berinisiatif untuk memperbaiki tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam. Hal itu terungkap saat diskusi bertajuk "Menyongsong Perlindunhan Lingkungan Hidup Lebih Baik: 17 Pekerjaan Rumah Pemerintahan Jokowi-JK" di Penang Bistro, Jalan Raya Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (23/12)
"Hasilnya belum begitu memuaskan, walaupun kami melihat tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam ini telah ada inisiatif baik dari pemerintah. Ini pekerjaan rumah yang harus dikerjakan oleh pemerintahan Jokowi-JK," ujar Henry.
Menurut Henry, perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan sumber daya alam yang masih jauh dari harapan ini juga disebabkan atas lambannya implementasi keterbukaan informasi, sebagai mandat dari UU nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu juga dipengaruhi oleh lemahnya pelaksanaan keterbukaan informasi proaktif lingkungan hidup dan sumber daya alam, dan lambannya penuntasan agenda moratorium izin kehutanan dan nota kesepakatan bersama (NKB).
"Tidak ada kejelasan, dari sisi legialasi dan regulasi lingkungan hidup dan sumber daya alam yang pada 2014 ini. Secara politik sebetulnya pengelolan lingkungan hidup dan sumber daya alam ini kita mau diarahkan ke mana dan itulah yang kami anggap tidak ada kejelasannya," tutur Henry yang menegaskan ketidakjelasan ini, terlihat dari minimnya undang-undang yang dikeluarkan pada tahun 2014 terkait dengan isu-isu penting terkait lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Legislasi dan regulasi lingkungan hidup sumber daya alam yang belum terarah, yang diindikasikan oleh lemahnya pembaruan legislasi sumber daya alam, seperti agenda revisi UU Kehutanan, RUU PSDA, RUU Perlindungan Keanekaragaman Hayati, dan Revisi UU Migas.