REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tingginya biaya produksi pertanian menjadi hambatan mewujudkan kesejahteraan petani di Indonesia, tak terkecuali di Provinsi Jawa Timur.
Data sensus pertanian 2013 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur menunjukan, margin nilai dan biaya produksi sangat tipis, sehingga keuntungan yang didapat petani tak cukup.
Dalam produksi padi misalnya, per musim tanam, rata-rata petani di Jatim menghasilkan Rp 19,7 juta per hektare luas sawah. Sementara itu, rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 12,9 juta per musim tanam.
Alokasi terbesar biaya produksi tersedot oleh upah pekerja, hingga mencapai 45,6 persen. Seain itu, beban besar selanjutnya adalah biaya sewa lahan, yang menyumbang 31,3 persen dari total biaya produksi.
Kondisi lebih buruk terjadi di sektor tanaman komoditas kedelai. Dengan nilai produksi rata-rata hanya Rp 11,2 juta per hektare per musim tanam, petani kedelai harus mengeluarkan biaya produksi hingga Rp 10,1 juta. Biaya sewa lahan dan ongkos produksi menyedot pengeluaran paling tinggi, masing-masing 40, 1 persen dan 40 persen.
Memaknai data tersebut, Kepala BPS Jawa Timur (Jatim) M Sairi Hasbullah menyampaikan, petani pada saat ini menghadapi dilema.
“Di satu sisi, seiring dengan kenaikan harga BBM bersubsidi, buruh tani akan memiliki kencederungan menuntut kenaikan upah lebih tinggi. Padahal, sejauh ini, upah pekerja merupakan komponen biaya terbesar yang harus ditanggung petani,” ujar Sairi di kantor BPS Jatim, Surabaya, Selasa (23/12).