REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program pengentasan kemiskian yang dialkukan pemerintah dinilai belum berhasil mengentaskan angka kemiskinan lantaran belum singkronnya data penduduk miskin.
Direktur eksekutif INDEF Enny Sri Hartati mengatakan data yang masih karut marut membuat program yang dicanangkan tidak tepat sasaran.
Dia mengatakan ada tiga pilar yang harus menjadi focus dalam pengentasan kemiskinan. Pertama, pemerintah harus memperkuat sector basis seperti pertanian, membuat pohon industri serta membuat sektor keuangan berpihak kepada masyarakat miskin. Hal ini membutuhkan pendampingan yang terus menerus sehingga masyakarat sudah keluar dari katagori miskin tidak lagi kembali miskin.
“Kepada masyarakat miskin tidak cukup hanya memberi kail agar mereka mau bekerja, tapi pemerintah juga harus menyediakan kolam serta pasar agar mereka bisa bebas dari miskin,” ujar Enny, dalam Indonesia Proverty Outlook 2015, Selasa (23/12)
Dia menilai, anggaran untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia sudah cukup besar. Dari program bantuan social terpadu berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat, kredit usaha rakyat dan program pro rakyat, anggarannya mencapai Rp 135 triliun. Namun, penduduk miskin masih banyak. Dari data BPS, penduduk miskin apda 2014 masih di angka 28,28 juta jiwa. “Anggaran kemiskinan naik secara fantastis dari Rp 28 triliun pada 2004 menajdi Rp 134,5 triliun di 2014,” katanya.
Enny mengatakan anggaran yang besar ini belum sebanding dengan pengurangan angka kemiskinan lantaran penyerapan tenaga kerja tidak optimal. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang cukup tinggi tidak dibarengi dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini membuat masyarakat tidak dilibatkan dalam pembangunan ekonomi. Strategi pengentasan kemiskinan, menurut Enny bisa dilakukan dengan penciptaan tenaga kerja yang banyak.
“Ini yang nanti dikordinasikan oleh Bapenas. Bagaimana memberdayakan orang miskin, sehingga program kemiskinan lebih tapat sasaran,” katanya.