REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Kementerian Agama untuk membuat aturan terkait pembatasan khutbah Jumat karena kerap provokatif dinilai Front Pembela Islam (FPI) kurang tepat. FPI mengajukan usulan yang dinilai lebih baik dalam meminimalisir provokasi melalui khutbah Jumat.
"Pembinaan dong," kata Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat FPI Jafar Shodiq kepada Republika Online, Selasa (23/12).
Menurut Jafar, langkah Kementerian Agama yang berencana membuat batasan untuk khutbah Jumat dalam Rancangan Undang-undang Perlindungan Agama (RUU PUB) kurang efektif untuk meminimalisasi provokasi. Kementerian Agama seharusnya melakukan pembinaan terhadap pihak yang berpotensi melakukan tindakan provokasi tersebut.
Jafat menilai Kementerian Agama dapat memanfaatkan Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam untuk melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat. Bimas Islam dan Kemenag bisa secara proaktif mengundang pihak yang berpotensi melakukan provokasi untuk berdiskusi bersama.
Selain itu, Kementerian Agama juga bisa mengundang ormas-ormas Islam dalam berdiskusi. "Jadi, bukan membuat undang-undang lalu membatas-batasi," lanjut Jafar.
FPI khawatir jika pembatasan khutbah Jumat dijadikan undang-undang akan ada pihak tertentu yang justru menyalahgunakan undang-undang tersebut. Selain itu, adanya pembatasan pada khutbah Jumat akan terasa seperti kembali ke zaman orde baru, di mana semua diawasi.
Padahal, Undang-undang Dasar 1945 itu sendiri melindungi kebebasan tiap warga dalam melaksanakan ajaran agamanya. "Mestinya yang diawasi itu bukan masjid. Awasi dong orang-orang liberal," ujar Jafar.