REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Karena dianggap tidak punya prospek, 500.000 petani Indonesia meninggalkan kegiatan pertanian setiap tahunnya. Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Ir Suprio Guntoro mengemukakan, sekitar 70 persen petani Bali kini berusia 40 tahun ke atas dan hanya 30 persen berusia muda.
"Ini masalah serius di dunia pertanian di Bali, karena dalam setahun 5.000 orang berhenti jadi petani," kata Guntoro, baru-baru ini..
Masalah sumber daya manusia, kata Guntoro, menjadi masalah paling serius di dunia pertanian Bali dan di daerah lainnya Indonesia. Dari pengamatannya, secara nasional sekitar 500.000 petani yang beralih profesi per tahun. Mereka pada umumnya menilai bahwa pertanian tidak punya gengsi, pekerjaan yang berlumur dengan lumpur, sehingga dianggap tidak menarik lagi dan tidak punya prospek.
Selain itu jelas Guntoro, masyarakat menilai pertanian berisiko besar, termasuk berisiko kekeringan saat terjadi kemarau panjang, begitu juga berisiko banjir di saat musim penghujan. Pertanian juga dianggap berisiko bila harga anjlok, srangan hama dan penyakit.
"Jadi petani selama ini dianggap serba tertinggal dan pekerjaan kotor," katanya.
Karena itu Guntoro memberi masukan, jika pemerintah ingin memajukan pertanian di Indonesia, haruslah membangun SDM pertaniannya terlebih dahulu. Setelah itu barulah membangun sarana dan prasarana lainnya, termasuk membangun sarana irigasi dan memperluas lahan pertanian.
Mengenai kondisi irigasi pertanian, dikatakan Guntoro sekitar 70 persen dalam keadaan rusak. Khusus di Bali sebutnya, dari 400 sungai yang ada, setiap musim kemarau lebih dari 50 pesen tidak memiliki sumber air. Jadi kata Guntoro, kalau dilihat sawah-sawah di Jembrana dan di Tabanan, setahun hanya ditanami satu atau dua kali, padahal dulu sampai tiga kali. Bahkan ada lahan sawah yang ditanami hanya sekali dalam setahun.
Masalah ketiga yang dihadapi oleh dunia pertanian, khususnya di Bali adalah persoalan lahan pertanian yang semakin menyempit. Keempat, ketergantungan petani pada sarana produksi pertanian dari luar termasuk benih, pupuk, mau pun obat-obatan seperti pestisida.
Menurut Guntoro, Balitbang Pertanian, sedang memunculkan konsep untuk menjawab empat masalah yang dihadapi dunia pertanian, yang disebut dengan pertanian bio industri. Konsep pertanian ini menekankan pada budaya industri pendesaan dengan proses biologis.
"Konsep ini bisa menyiapkan kebutuhan pertanian di hulu, seperti penyiapan pakan, pupuk dan obat-obatan. Selain itu dengan konsep bio industri, pertanian akan lebih hemat air, lebih hemat lahan dan dapat memandirikan petani dalam menyediakan sarana industri," katanya.
Di Bali kata Guntoro, penerapan konsep bio industri akan dimulai pada 2015 dan akan diterapkan di dua desa, yakni Desa Bukti Kecamatan Kubu Tambahan, Buleleng.