REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan Sesuai pola kejadian bencana di Indonesia, Januari adalah puncak kejadian bencana.
Menurutnya lebih dari 90% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi yaitu banjir, longsor, puting beliung, kekeringan, cuaca ekstrem, dan kebakaran hutan lahan. Bencana hidrometeorologi berkorelasi positif dengan pola curah hujan.
"Sebagian besar wilayah Indonesia puncak hujan terjadi pada Januari. Selama Desember-Maret, hujan akan tinggi sehingga pada bulan ini banyak banjir, longsor dan puting beliung," katanya, Ahad (21/12).
Sutopo melanjutkan di Indonesia, rata-rata kejadian bencana 1.295 kejadian per tahunnya. Tiga daerah paling banyak bencana adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur karena memang penduduknya banyak di daerah ini.
"Bencana hidrometeorologi tidak terjadi tiba-tiba tetapi akumulasi dan interaksi dari berbagai faktor, seperti sosial, ekonomi, degradasi lingkungan, urbanisasi, kemiskinan, tata ruang, dan lain-lain," jelasnya.
Ia mencontohkan, misal, banjir yang saat ini menggenangi daerah Dayeuhkolot, Baleendah, dan lainnya di Bandung Selatan. Banjir serupa pernah terjadi sejak tahun 1931 karena wilayah tersebut adalah Cekungan Bandung yang seperti mangkok di DAS Citarum.
"Banjir serupa persis terjadi pada 19-2-2014 di tempat tersebut. Hal yang sama juga terjadi di banjir Bojonegoro, Tuban, Gresik, Cilacap dan sebagainya yang saat ini banjir," ujarnya.
Sutopo mengatakan, bertambahnya penduduk yang akhirnya tinggal di daerah rawan bencana adalah konsekuensi dari lemahnya implementasi tata ruang dan penegakan hukum.
Seperti kawasan industri dibangun pada daerah-daerah rawan bencana. Ia menilai masyarakat dibiarkan tinggal di daerah rawan banjir dan longsor tanpa ada proteksi yang memadai.
"Banjir dan longsor sebenarnya adalah bencana yang dapat diminimumkan risikonya. Sebab kita sudah tahu kapan, dimana dan apa yang harus dilakukan. Kunci utama itu semua adalah mitigasi struktural dan nonstructural komprehensif, penataan ruang dan penegakan hukum," jelasnya lagi.